Workshop Mitigasi
Bencana Daerah berbasis teknologi informasi yang diselenggarakan oleh Dinas
Perhubungn, Komunikasi, Informasi & telematika pada hari selasa 2 Juli 2013
siang itu baru saja dibuka oleh moderator. Sebagai nara sumber adalah bapak Dr.
Dirhamsyah yang membahas tentang mitigasi bencana sedangkan saya sendiri
membahas tentang bantuan psikologis pasca bencana, tiba-tiba saja lantai dasar
Sultan Hotel bergetar cukup keras sehingga seluruh peserta berhamburan keluar
pintu . Akhirnya kami bertiga (Saya, pak Dirham dan Pak Adi selaku moderator
ikut keluar ruangan dan duduk di kursi. Sangatlah manusiawi mekanisme
pertahanan diri yang dilakukan oleh para peserta yaitu lari dari luar ruangan,
apalagi guncangan yang dirasakan cukup dahsyat. Hanya selang beberapa menit, BB
pak Dirham berbunyi dan beliau mendapat informasi bahwa pusat gempa adalah di
Bener Meriah dan Takengon . Dalam presentasi beliau termasuk memaparkan tentang
beberapa alarm tsunami yang dibangun pada beberapa titik di Indonesia yang
salah satunya adalah di Banda Aceh . Hanya sayang yang di Banda Aceh dalam
kondisi tak berfungsi (apakah karena rusak, atau karena seperti info seorang
sahabat bahwa perangkat canggih tersebut dicuri oknum yang tidak bertanggung
jawab ???)
Dalam diskusi tentang
bantuan psikologis , selain masukan dari saya ternyata para peserta juga banyak
sharing tentang pengalaman mereka dalam membangun ketangguhan psikologis pasca
bencana. Jelasnya sebagai warga yang hidup di daerah bencana (khususnya
sumatera, jawa dan beberapa titik lain di Indonesia), persoalan bertahan dan
tetap tangguh menjadi menu mewah yang patut dipikir, dimasak dan
diimplementasikan. Pasca tsunami melalui program Balee Peu Ubat Haatee , saya
dan rekan yang ikut terjun memberikan pendampingan psikologis banyak
mendapatkan pelajaran tentang hal itu. Terus terang kita tak mungkin membiarkan
kepanikan, kekacauan, kesedihan, kemarahan bahkan trauma secara terus menerus.
Kalau toh iya, lalu apakah kita terus lemah tak berdaya atau kita mesti
mempunyai sesuatu yang dapat kita lakukan untuk memperkuat kondisi psikologis
diri kita, keluarga, orang- orang sekitar kita ???
Gangguan
Psikologis pasca bencana
Jiwa
dan raga ibarat dua sisi mata uang yang akan sama sakitnya jika jatuh. Sang
raga akan babak belur mengerang kesakitan, sang jiwa akan shock meratapi
kesedihan. Demikian pula ketika bencana melanda, jiwa dan raga manusia secara
simultan akan memberikan reaksi terhadap kejadian tersebut. Ada 5 gangguan
psikologis yang biasa terjasi pada masa bencana antara lain adalah : panik,
sedih, marah, kacau dan trauma. 1). Gangguan sedih biasanya ditunjukkan
dengan gejala fisik seperti sakit kepala, nyeri punggung, susah tidur, sering
terbangun tiba-tiba, tidak nafsu makan, capek, gairah seksual menurun . Adapun
gejala psikis dan perilakunya antara lain : Menghindar untuk
bergaul dengan orang lain., Tidak mau bicara., sering lupa., putus asa., bosan., merasa tidak berharga., merasa gagal menyelamatkan diri sendiri atau
keluarga., tidak peduli pada
lingkungan sekitar. Atau menunjukkan gejala ingin bunuh diri.
Adapun 2). gangguan marah
ditunjukkan dengan gejala sebagai berikut : tidak mau berhubungan dgn orang
lain., menyalahkan
orang lain., menyerang
lingkungan ., perilaku
kasar., menyalahkan Tuhan. Berikutnya
adalah 3). gangguan panik yang
ditunjukkan dengan gejala sebagai berikut : gejala fisik seperti jantung
berdebar-debar, sesak nafas / nafas pendek/berat, keringat dingin, gemetar,
sakit kepala, rasa berat di dada, mual, muka merah, lemah bahkan lumpuh
tiba-tiba, ngompol, phobia (missal agoraphobia atau takut dengan tempat yang
tinggi). Adapun gejala emosinya antara lain mudah marah, takut mati, takut
bencana lagi, takut gila dsb. Selain itu pada gangguan panik juga terdapat
gejala yang melibatkan pikiran yang kurang wajar antara lain merasa kejadian
akan berulang, kecewa, sulit konsentrasi, perilaku tak terkontrol seperti
berlari-lari tanpa tujuan, bingung, mondar mandir, bicara dengan nada tinggi,
menangis meraung raung, mudah tersinggung dan peka dengan berita maupun cerita
yang ingatkan trauma.
Selain
ketiga gangguan diatas juga terdapat gangguan lainnya yaitu 4). gangguan kacau yang ditandai dengan tingkah
laku kacau atau aneh, bicara kacau atau tidak dapat dimengerti , bicara atau tertawa sendiri, mondar mandir tanpa tujuan , mengulang-ulang perbuatan tertentu
tanpa tujuan yang jelas , keyakinan
yang tidak sesuai dengan kenyataan dan budaya (misalnya: menganggap dirinya
utusan Tuhan, yakin ada orang lain yang akan mencelakakan dirinya dan
sebagainya.) , mendengar suara atau melihat sesuatu tanpa ada
sumbernya (halusinasi) , gelisah dan tidak tidur berhari-hari , tidak mengurus diri (tidak mandi, tidak makan, tidak mengurus diri). Selain
gangguan tersebut juga masih ada gangguan lain yang mungkin akan muncul yaitu
5). gangguan
trauma dengan gejala sebagai berikut : adanya kilas balik: bayangan
seolah peristiwa trauma (bencana) terjadi lagi dan terjadi pada keadaan sadar. Mimpi buruk yang menakutkan
tentang kejadian trauma. Terbangun karena mimpi-mimpi buruknya. Gangguan
tidur. Sering terbangun dan sulit untuk tidur kembali. Tidur tidak
lelap, mudah terbangun. Hal ini mengakibatkan kelemahan fisik dan kurang
energi. Mudah terkejut : Individu mudah kaget terhadap suara yang keras, sesuatu yang tiba-tiba,
selalu waspada, sulit konsentrasi. Merasa
sedih dan putus asa. Sedih karena kehilangan keluarga,
harta benda, barang dan lingkungan sosial. . Ketakutan: takut sesuatu akan terjadi kembali dan
menyakitkan dirinya atau keluarganya. Takut sendirian, takut ketinggian, takut
laut dsb. Demikian beberapa gangguan yang kemungkinan muncul setiap kita
mengalami peristiwa bencana , khususnya gangguan panik akan mudah kita deteksi
karena langsung terjadi sebagai bentuk reaksi individu maupun kelompok ketika
bencana terjadi. Harus bagaimana kita ?
Menyiapkan
masyarakat yang tangguh psikologis di daerah bencana
Gempa
dan bencana lainnya tak dapat kita prediksi kapan akan datang, untuk itu
menyiapkan masyarakat yang tangguh secara fisik maupun psikologis merupakan
suatu hal yang amat penting untuk dilakukan. Ketangguhan oleh Bautista dkk
(2001) dimaknakan sebagai kemampuan untuk tetap dapat bertahan
menghadapi penderitaan yang amat berat, untuk bangkit kembali menghadapi
kesulitan hidup yang besar dan menjalani hidup secara relatif normal.
“Ketangguhan mental masyarakat Aceh luar biasa”, begitu kata yang pernah saya
dengar dari mulut seorang rekan asing yang saat itu sedang melakukan
penelitiannya di Aceh. Saya pikir kita sangat sering mendengar atau membaca
tentang hal itu, bagaimana rakyat Aceh begitu luar biasa ketangguhannya setelah
menghadapi berbagai bencana baik bencana karena ulah manusia (perang, konflik )
maupun karena kehendak Allah Swt (gempa, tsunami dll). Ketangguhan mental oleh
Henderson & Milstein (2003) digambarkan melalui 3 keadaan yaitu : 1) Haisl
perkembangan yang positif dalam lingkungan yang beresiko ; 2) kemampuan yang
tetap berfungsi meskipun situasinya penuh tekanan dan 3) keadaan pemulihan
kembali setelah trauma.
Menyiapkan ketangguhan
psikologis masyarakat dapat dilakukan dengan dengan mengimplementasikan 3
kekuatan individu yang akan menjadi sebuah kekuatan psikologi komunitas yang
tangguh dalam menghadapi bencana. Kekuatan yang saya maksudkan adalah : 1) Aku punya (I Have) ; kekuatan ini
secara individual lebih ditekankan oleh dukungan eksternal yang akan memperkuat
mental seseorang antara lain ; aku punya teman yang dapat diandalkan, aku punya
keluarga yang harmonis, aku punya akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
fisik maupun psikis, aku punya pemerintah yang bersih, aku punya tokoh yang
dapat diteladani, aku punya wakil rakyat yang peduli dan sebagainya . Kekuatan
yang berikut adalah 2) Aku dapat (I Can)
: kekuatan ini merupakan bentuk ketrampilan hidup (life skill) baik dalam
kontek ketrampilan untuk mandiri (pekerjaan), ketrampilan psikologis maupun
lainnya. Khusus untuk ketrampilan psikologis antara lain adalah komunikasi,
mengatasi masalah, mengontrol perasaan, meredam temperamen, memanajemeni
stress, menemukan hubungan saling percaya dan sebagainya. Ketrampilan ini
sebagian diajarkan di sekolah namun sebagian yang lain belum didapat disana
sehingga individu maupun kelompok masyarakat semestinya mendapatkan hal itu
melalui sumber lainnya. Kekuatan yang berikut adalah 3) Aku adalah : kekuatan ini meliputi kekuatan internal dalam diri
individu maupun masyarakat yang perlu dibangun sejak dini. Kekuatan tersebut
antara lain adalah adanya konsep diri yang positif sehingga individu akan
bangga dengan dirinya secara proporsional , bertanggung jawab, penuh harapan
dan rasa percaya diri.
Menganyam 3 kekuatan
psikologis dalam bentang kain panjang sebuah komunitas besar di daerah bencana
akan memerlukan waktu yang sangat panjang jika hanya mengandalkan layanan mikro
psikologis berupa konseling dan terapi individual. Belum lagi jika dilihar
rasio antara jumlah psikolog, psikiater, perawat jiwa dengan jumlah masyarakat
yang membutuhkan pelayanan. Selain itu diakui atau tidak Badan Pelayanan
Kesehatan Jiwa juga memiliki kapasitas yang terbatas untuk menampung pasien .
Untuk itu diperlukan suatu layanan kesehatan mental dan psikososial berbasis
komunitas yang dapat dijadikan sebagai wadah bagi masyarakat kita untuk
mendapatkan pelayanan pertama kesehatan jiwa dan psikososial secara murah,
dekat dan mudah.
Beberapa individu yang dipilih
baik itu bidan desa, para ustadh dan ustadhah , tengku, guru, pemuda, tokoh
perempuan, tokoh masyarakat dan sebagainya yang memenuhi kualifikasi dapat saja
dilatih untuk menjadi konselor desa (dapat langsung dari institusi yang telah
ada di masyarakat seperti dayah, PKK, majlis taklim dsb) yang nantinya akan
memberikan pertolongan pertama ketika diperlukan (misal terjadi bencana).
Selain itu konselor desa ini juga akan menjadi ujung tombak pembentukan
kelompok swa bantu (Self Help Group) yang akan bahu membahu memberikan layanan
dan penguatan kepada rekan-rekannya yang mengalami gangguan psikologis ringan.
Dan tentu saja konselor desa juga akan dibekali akses tentang bagimana dan
kemana mereka harus merujuk pasien . Medio Puasa ini Balee Peu Ubat Hatee (dari
Lembaga Psikologi- PSIKODISTA ) akan memberikan Pelatihan gratis buat
masyarakat Kabupaten Bener Meriah & Kabupaten Aceh Tengah dengan tujuan
agar peserta memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar sebagai pendamping
psikologis yang dapat memberikan bantuan psikologis dasar pasca bencana. Panik,
sedih, kacau, trauma, marah semoga segera dapat diatasi jika setiap desa di bumi
aceh tercinta ini memiliki layanan psikologis yang berbasis komunitas sehingga
masyarakat tak hanya sehat fisik namun juga sehat psikologis dan tangguh dalam
menghadapi berbagai situasi. Negeri kita yang aman, damai, sehat serta
sejahtera menjadi dambaan kita semua. (Tulisan saya ini pernah dimuat di harian
Serambi Indonesia dengan edisi yang berbeda)