salam

selamat datang ke blog saya , tulisan-tulisan kecil seputar manusia dalam dunia kerja , pendidikan dan keluarga dapat anda ikuti di blog ini. semoga bermanfaat buat para pembaca

Jumat, 12 Juli 2013

Merajut Ketangguhan Psikologis Pasca Bencana 2 (Sisi lain dari bencana Gempa Aceh Tengah - Bener Meriah)



Workshop Mitigasi Bencana Daerah berbasis teknologi informasi yang diselenggarakan oleh Dinas Perhubungn, Komunikasi, Informasi & telematika pada hari selasa 2 Juli 2013 siang itu baru saja dibuka oleh moderator. Sebagai nara sumber adalah bapak Dr. Dirhamsyah yang membahas tentang mitigasi bencana sedangkan saya sendiri membahas tentang bantuan psikologis pasca bencana, tiba-tiba saja lantai dasar Sultan Hotel bergetar cukup keras sehingga seluruh peserta berhamburan keluar pintu . Akhirnya kami bertiga (Saya, pak Dirham dan Pak Adi selaku moderator ikut keluar ruangan dan duduk di kursi. Sangatlah manusiawi mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh para peserta yaitu lari dari luar ruangan, apalagi guncangan yang dirasakan cukup dahsyat. Hanya selang beberapa menit, BB pak Dirham berbunyi dan beliau mendapat informasi bahwa pusat gempa adalah di Bener Meriah dan Takengon . Dalam presentasi beliau termasuk memaparkan tentang beberapa alarm tsunami yang dibangun pada beberapa titik di Indonesia yang salah satunya adalah di Banda Aceh . Hanya sayang yang di Banda Aceh dalam kondisi tak berfungsi (apakah karena rusak, atau karena seperti info seorang sahabat bahwa perangkat canggih tersebut dicuri oknum yang tidak bertanggung jawab ???)
Dalam diskusi tentang bantuan psikologis , selain masukan dari saya ternyata para peserta juga banyak sharing tentang pengalaman mereka dalam membangun ketangguhan psikologis pasca bencana. Jelasnya sebagai warga yang hidup di daerah bencana (khususnya sumatera, jawa dan beberapa titik lain di Indonesia), persoalan bertahan dan tetap tangguh menjadi menu mewah yang patut dipikir, dimasak dan diimplementasikan. Pasca tsunami melalui program Balee Peu Ubat Haatee , saya dan rekan yang ikut terjun memberikan pendampingan psikologis banyak mendapatkan pelajaran tentang hal itu. Terus terang kita tak mungkin membiarkan kepanikan, kekacauan, kesedihan, kemarahan bahkan trauma secara terus menerus. Kalau toh iya, lalu apakah kita terus lemah tak berdaya atau kita mesti mempunyai sesuatu yang dapat kita lakukan untuk memperkuat kondisi psikologis diri kita, keluarga, orang- orang sekitar kita ???
Gangguan Psikologis pasca bencana
                  Jiwa dan raga ibarat dua sisi mata uang yang akan sama sakitnya jika jatuh. Sang raga akan babak belur mengerang kesakitan, sang jiwa akan shock meratapi kesedihan. Demikian pula ketika bencana melanda, jiwa dan raga manusia secara simultan akan memberikan reaksi terhadap kejadian tersebut. Ada 5 gangguan psikologis yang biasa terjasi pada masa bencana antara lain adalah : panik, sedih, marah, kacau dan trauma. 1). Gangguan sedih biasanya ditunjukkan dengan gejala fisik seperti sakit kepala, nyeri punggung, susah tidur, sering terbangun tiba-tiba, tidak nafsu makan, capek, gairah seksual menurun . Adapun gejala psikis dan perilakunya antara lain : Menghindar untuk bergaul dengan orang lain., Tidak mau bicara., sering lupa., putus asa., bosan., merasa tidak berharga., merasa gagal menyelamatkan diri sendiri atau keluarga., tidak peduli pada lingkungan sekitar. Atau menunjukkan gejala ingin bunuh diri.
                   Adapun 2). gangguan marah ditunjukkan dengan gejala sebagai berikut : tidak mau berhubungan dgn orang lain., menyalahkan orang lain., menyerang lingkungan ., perilaku kasar., menyalahkan Tuhan. Berikutnya adalah 3). gangguan panik yang ditunjukkan dengan gejala sebagai berikut : gejala fisik seperti jantung berdebar-debar, sesak nafas / nafas pendek/berat, keringat dingin, gemetar, sakit kepala, rasa berat di dada, mual, muka merah, lemah bahkan lumpuh tiba-tiba, ngompol, phobia (missal agoraphobia atau takut dengan tempat yang tinggi). Adapun gejala emosinya antara lain mudah marah, takut mati, takut bencana lagi, takut gila dsb. Selain itu pada gangguan panik juga terdapat gejala yang melibatkan pikiran yang kurang wajar antara lain merasa kejadian akan berulang, kecewa, sulit konsentrasi, perilaku tak terkontrol seperti berlari-lari tanpa tujuan, bingung, mondar mandir, bicara dengan nada tinggi, menangis meraung raung, mudah tersinggung dan peka dengan berita maupun cerita yang ingatkan trauma.
                  Selain ketiga gangguan diatas juga terdapat gangguan lainnya yaitu 4). gangguan kacau yang ditandai dengan tingkah laku kacau atau aneh, bicara kacau atau tidak dapat dimengerti , bicara atau tertawa sendiri, mondar mandir tanpa tujuan , mengulang-ulang perbuatan tertentu tanpa tujuan yang jelas , keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan budaya (misalnya: menganggap dirinya utusan Tuhan, yakin ada orang lain yang akan mencelakakan dirinya dan sebagainya.) , mendengar suara atau melihat sesuatu tanpa ada sumbernya (halusinasi) , gelisah dan tidak tidur berhari-hari , tidak mengurus diri (tidak mandi, tidak makan, tidak mengurus diri). Selain gangguan tersebut juga masih ada gangguan lain yang mungkin akan muncul yaitu 5). gangguan trauma dengan gejala sebagai berikut : adanya kilas balik: bayangan seolah peristiwa trauma (bencana) terjadi lagi dan terjadi pada keadaan sadar. Mimpi buruk yang menakutkan tentang kejadian trauma. Terbangun karena mimpi-mimpi buruknya. Gangguan tidur. Sering terbangun dan sulit untuk tidur kembali. Tidur tidak lelap, mudah terbangun. Hal ini mengakibatkan kelemahan fisik dan kurang energi. Mudah terkejut : Individu mudah kaget terhadap suara yang keras, sesuatu yang tiba-tiba, selalu waspada, sulit konsentrasi. Merasa sedih dan putus asa. Sedih karena kehilangan keluarga, harta benda, barang dan lingkungan sosial. . Ketakutan: takut sesuatu akan terjadi kembali dan menyakitkan dirinya atau keluarganya. Takut sendirian, takut ketinggian, takut laut dsb. Demikian beberapa gangguan yang kemungkinan muncul setiap kita mengalami peristiwa bencana , khususnya gangguan panik akan mudah kita deteksi karena langsung terjadi sebagai bentuk reaksi individu maupun kelompok ketika bencana terjadi. Harus bagaimana kita ?
Menyiapkan masyarakat yang tangguh psikologis di daerah bencana
                  Gempa dan bencana lainnya tak dapat kita prediksi kapan akan datang, untuk itu menyiapkan masyarakat yang tangguh secara fisik maupun psikologis merupakan suatu hal yang amat penting untuk dilakukan. Ketangguhan oleh Bautista dkk (2001) dimaknakan sebagai kemampuan untuk tetap dapat bertahan menghadapi penderitaan yang amat berat, untuk bangkit kembali menghadapi kesulitan hidup yang besar dan menjalani hidup secara relatif normal. “Ketangguhan mental masyarakat Aceh luar biasa”, begitu kata yang pernah saya dengar dari mulut seorang rekan asing yang saat itu sedang melakukan penelitiannya di Aceh. Saya pikir kita sangat sering mendengar atau membaca tentang hal itu, bagaimana rakyat Aceh begitu luar biasa ketangguhannya setelah menghadapi berbagai bencana baik bencana karena ulah manusia (perang, konflik ) maupun karena kehendak Allah Swt (gempa, tsunami dll). Ketangguhan mental oleh Henderson & Milstein (2003) digambarkan melalui 3 keadaan yaitu : 1) Haisl perkembangan yang positif dalam lingkungan yang beresiko ; 2) kemampuan yang tetap berfungsi meskipun situasinya penuh tekanan dan 3) keadaan pemulihan kembali setelah trauma.
                  Menyiapkan ketangguhan psikologis masyarakat dapat dilakukan dengan dengan mengimplementasikan 3 kekuatan individu yang akan menjadi sebuah kekuatan psikologi komunitas yang tangguh dalam menghadapi bencana. Kekuatan yang saya maksudkan adalah : 1) Aku punya (I Have) ; kekuatan ini secara individual lebih ditekankan oleh dukungan eksternal yang akan memperkuat mental seseorang antara lain ; aku punya teman yang dapat diandalkan, aku punya keluarga yang harmonis, aku punya akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun psikis, aku punya pemerintah yang bersih, aku punya tokoh yang dapat diteladani, aku punya wakil rakyat yang peduli dan sebagainya . Kekuatan yang berikut adalah 2) Aku dapat (I Can) : kekuatan ini merupakan bentuk ketrampilan hidup (life skill) baik dalam kontek ketrampilan untuk mandiri (pekerjaan), ketrampilan psikologis maupun lainnya. Khusus untuk ketrampilan psikologis antara lain adalah komunikasi, mengatasi masalah, mengontrol perasaan, meredam temperamen, memanajemeni stress, menemukan hubungan saling percaya dan sebagainya. Ketrampilan ini sebagian diajarkan di sekolah namun sebagian yang lain belum didapat disana sehingga individu maupun kelompok masyarakat semestinya mendapatkan hal itu melalui sumber lainnya. Kekuatan yang berikut adalah 3) Aku adalah : kekuatan ini meliputi kekuatan internal dalam diri individu maupun masyarakat yang perlu dibangun sejak dini. Kekuatan tersebut antara lain adalah adanya konsep diri yang positif sehingga individu akan bangga dengan dirinya secara proporsional , bertanggung jawab, penuh harapan dan rasa percaya diri.
                  Menganyam 3 kekuatan psikologis dalam bentang kain panjang sebuah komunitas besar di daerah bencana akan memerlukan waktu yang sangat panjang jika hanya mengandalkan layanan mikro psikologis berupa konseling dan terapi individual. Belum lagi jika dilihar rasio antara jumlah psikolog, psikiater, perawat jiwa dengan jumlah masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Selain itu diakui atau tidak Badan Pelayanan Kesehatan Jiwa juga memiliki kapasitas yang terbatas untuk menampung pasien . Untuk itu diperlukan suatu layanan kesehatan mental dan psikososial berbasis komunitas yang dapat dijadikan sebagai wadah bagi masyarakat kita untuk mendapatkan pelayanan pertama kesehatan jiwa dan psikososial secara murah, dekat dan mudah.
                  Beberapa individu yang dipilih baik itu bidan desa, para ustadh dan ustadhah , tengku, guru, pemuda, tokoh perempuan, tokoh masyarakat dan sebagainya yang memenuhi kualifikasi dapat saja dilatih untuk menjadi konselor desa (dapat langsung dari institusi yang telah ada di masyarakat seperti dayah, PKK, majlis taklim dsb) yang nantinya akan memberikan pertolongan pertama ketika diperlukan (misal terjadi bencana). Selain itu konselor desa ini juga akan menjadi ujung tombak pembentukan kelompok swa bantu (Self Help Group) yang akan bahu membahu memberikan layanan dan penguatan kepada rekan-rekannya yang mengalami gangguan psikologis ringan. Dan tentu saja konselor desa juga akan dibekali akses tentang bagimana dan kemana mereka harus merujuk pasien . Medio Puasa ini Balee Peu Ubat Hatee (dari Lembaga Psikologi- PSIKODISTA ) akan memberikan Pelatihan gratis buat masyarakat Kabupaten Bener Meriah & Kabupaten Aceh Tengah dengan tujuan agar peserta memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar sebagai pendamping psikologis yang dapat memberikan bantuan psikologis dasar pasca bencana. Panik, sedih, kacau, trauma, marah semoga segera dapat diatasi jika setiap desa di bumi aceh tercinta ini memiliki layanan psikologis yang berbasis komunitas sehingga masyarakat tak hanya sehat fisik namun juga sehat psikologis dan tangguh dalam menghadapi berbagai situasi. Negeri kita yang aman, damai, sehat serta sejahtera menjadi dambaan kita semua. (Tulisan saya ini pernah dimuat di harian Serambi Indonesia  dengan edisi yang berbeda)