salam

selamat datang ke blog saya , tulisan-tulisan kecil seputar manusia dalam dunia kerja , pendidikan dan keluarga dapat anda ikuti di blog ini. semoga bermanfaat buat para pembaca

Selasa, 31 Desember 2013



VIRUSNYA SANG PENGUASA
            Suatu sore di pinggir pantai, sambil menikmati segarnya air  kelapa muda. Saya dan suami bertemu seorang rekan yang bertahun-tahun hidupnya dihabiskan di negri orang. Banyak cerita mengalir tentang pengalaman hidupnya, namun dari segudang cerita tersebut saya tertarik dengan sebuah kalimatnya yang cukup menyentak. “ Orang baik dan kebaikan yang makin langka di negri kita ini”. Kalimat ini tak hanya benar dalam pikiran, jika kita gunakan perasaan kita yang paling halus kata-kata rekan ini memang sulit untuk dipungkiri betapa langka dan makin mahalnya sebuah kebaikan di negri ini. Terlalu banyak panggung sandiwara dipentaskan di dunia nyata, sehingga para seniman yang semestinya mementaskan di panggung  makin tipis saja lahannya.
            Berbagai sendi negara baik itu eksekutif, legislatif maupun yudikatif makin atraktif dalam fragmen sandiwaranya. Sehingga rakyat tak ubahnya seperti penonton yang bergegas menunggu serial lakon-lakon berikutnya. Namun ada juga sebagian rakyat yang menjadi penonton apatis sehingga membiarkan pelakon-pelakon “ eleyu” (eksekutif, legislative dan yudikatif) jungkir balik diatas panggung. Ini memang sebuah ironi, namun ini tetap harus dilakoni.  Kekuasaan itu seperti candu dan memabukkan (Mahfud MD), kalimat ini sulit dipungkiri jika kita telaah dengan realita negri ini. Kekuasaan mayoritas diposisikan sebagai  entitas yang memiliki efek addiksi, seolah siapapun yang mereguknya akan ketagihan serta cenderung meminta dosis yang lebih tinggi. Kekuasaan juga tampil seperti virus yang kadang menggerogoti karakter positif yang menyandangnya hingga kronis. Kog bisa begitu ya ? pertanyaan yang sering mengusik hati tentang mengapa terjadi pembonsaian karakter sosok yang sedang berkuasa. Mengapa penguasa yang arif dan bijaksana dan penuh dengn kebaikan makin langka ? (Masih berbangga dengan sosok pemimpin atau pimpinan yang berjiwa pemimpin, sebut saja  urut abjad : Anis baswedan, Jokowi, Mahfud MD, Risma walkot Surabaya …………….. silakan lanjutkan daftarnya dan semoga semakin banyak).
            Apakah para “eleyu” yang terkena virus karakter negatif itu juga dilahirkan dalam keadaan suci ? Ya jelas iya bahkan “2000”  persen iya. Mereka adalah bayi yang suci bersih tak bernoda. Semoga para orang tuanya juga menunggu kehadiran mereka ke dunia dengan penuh cinta. Dimana konsletnya ya ? Barbara Fredrickson (1998) mengemukakan pentingnya emosi positif dan memiliki dampak yang luas dan mendalam, tak hanya sekedar perasaan kita menjadi senang.   Secara rinci dinyatakan sebagai berikut :         1. Emosi positif ternyata memiliki tujuan yang mulia dalam evolusi . Potensi manusia terasah lebih luas dn tajam melalui emosi positif, sebut saja aspek intelektual seperti  inteligensi dan kreatif  , aspek fisik bahkan aspek sosial –kepribadian.
2. Salah satu studi eksperimen yang dilakukan oleh Fredrickson terhadap anak-anak maupun orang dewasa adalah tentang proses melejit dan meluasnya kapasitas intelektual responden dalam suasana emosi positif.   
3. Emosi positif ternyata berenergi tinggi sehingga berdampak pada keceriaan, kesehatan, daya tahan tubuh dan melindungi diri dari kondisi buruk proses penuaan
4. Emosi positif juga meningkatkan produktivitas kerja  seseorang
Emosi positif pada diri seorang anak akan menghadirkan efek spiral yang antara lain terbentuknya sifat dan karakter yang positif. Bagaimana mungkin membangun karakter positif dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, tayangan televise, siaran radio, internet , berita di media cetak yang sarat dengan peragaan dan kemasan negatif ?
            Si “Berat” yang kini di hukum berat karena tindak pidana korupsi, tentunya dulu adalah si “Berat” yang putih bersih, lahir dengan berat badan sekian kg dan panjang badan sekian cm . Dalam riwayatnya si “ Berat” mengalami  hal sebagai berikut :
1.      Ia lucu, tampan dan ceria
2.      Sejak kecil sering menyaksikan bapak dan ibunya bertengkar
3.      Sejak kecil ia sering menyaksikan tayangan sinetron yang isinya agresivitas verbal maupun perilaku
4.      Ia belajar agama , dan diminta oleh orang tuanya agar menjalankan perintah gama. Namun  ia sering menyaksikan orang-orang dewasa di sekitarnya hanya pandai mengatakan namun tidak melakukan
5.      Ia sering membaca tokoh penting yang ternyata perilakunya negatif, serta ditulis sangat besar, atraktif dan  mencolok di media cetak
6.      Di sekolah, di tempat kerja , di lingkungan sekitarnya ternyata ia juga sering menyaksikan orang-orang yang tidak satu kata dengan perbuatan.
7.      Si “berat” tumbuh menjadi sosok yang arogan, Machiavellian (halalkan segala cara untuk mendapat hasil), tamak dan segudang karakter negatif lainnya.
Virus-virus negatif secara bertahap namun pasti masuk ke dalam dirinya, akhirnya si “berat” nekad menjadi sosok yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Jadilah ia koruptor dan kini meringkuk  di balik jeruji besi.  Si “berat” lupa  bahwa setiap titik perilakunya akan dimintai pertanggungjawaban tak hanya oleh rakyat yang mestinya ia layani  namun juga memiliki dimensi spiritual pertanggung jawaban kepada sang Khaliq. Si “berat”  lupa dengan firman Allah swt :   Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka, dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kalian memahaminya (QS :Al An'am 32)                                                                                          
                                                                                                                      (Batoh, 01012014)