لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا
دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ
لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan
Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang berbuat baik (Surat
Al Hajj Ayat 33)
Qurban bukan hanya urusan memotong hewan dan membagikannya pada yang
berhak, namun bagi Nisfu ternyata Qurban adalah ikatan senyawa kimia yang erat
yang terdiri dari berbagai elemen pengalaman hidup seperti Ibadah Qurban itu sendiri
, politik, keikhlasan dan mungkin juga cinta . Nisfu adalah calon Bupati yang akan
diusung oleh 3 partai besar yang memiliki jumlah kursi sangat signifikan di
DPRK . Berita terakhir bahwa ia menempati urutan teratas Survey kandidat dengan
prosentase spektakuler sebesar 67 %.
Berbeda
dengan kandidat lainnya , Nisfu adalah sosok politisi sejati. Sejak usia 19
tahun ia telah terjun di politik. Ayahnya merupakan tokoh penting di Partai UNGU
sehingga Nisfu memang sejak kecil telah terbiasa dengan aroma dapur & pasar
politik. Nisfu bahkan tahu persis bagaimana menggoreng, memanggang, mengukus
hingga menghidangkan sepiring menu politik untuk konsumsi publik maupun
konsumsi internal partai.
“Ayah,
ijinkan putramu ini menjadi seorang arsitek” demikian pinta Nisfu pada ayahnya
ketika ia tamat SMA. Namun dengan tegas sanga ayah menolak permintaannya dan
memintanya untuk masuk ke Fakultas Ilmu Sosial & Politik dan memilih
jurusan Ilmu Politik. Cita dan angan
Nisfu memang kuat, namun cita & angan tersebut sepertinya langsung lumer
mencair ketika berhadapan dengan api panas kekuatan impian sang ayah. “Nisfu,
ayahmu itu terlalu wibawa & hebat sehingga kita kita yang muda ini memang
langsung tiarap jika berhadapan dengannya” demikian Dedy sahabatnya
mengomentari kejadian tersebut.
Nisfu
pun melangkah dengan sepatu politik yang kuat. Tak tangung tanggung, sepatu
politiknya bahkan telah didisain paripurna oleh sang ayah beserta tim nya untuk
dapat melangkah, berlari, menendang, menapaki setiap jejak politik selama 3
dasawarsa. “ Saat ini ayah masih diberi umur, ayahmu ini arsitek politik.
Disainer kekuasan yang belum ada tandingan di kawasan kita ini” ungkap ayah
Nisfu dengan bangga & sedikit sombong.
Ayahnya telah menyiapkan disain perjalanan politik Nisfu putra
mahkotanya sejak ‘jabang bayi’ politik hingga 3 dasawarsa ke depan. Nisfu
selalu berkonsultasi tentang perjalanan politiknya kepada sang maestro politik
yaitu ayahandanya.
Tahun
ini adalah tahun yang khusus. Mengapa khusus ? Tahun ini Nisfu resmi dicalonkan
oleh partainya & 2 partai besar lainnya untuk dicalonkan sebagai Bupati Kepala
Daerah Kabupaten Mentimun. Tahun ini pula usianya genap 30 tahun. Ada yang
mengganjal memang karena sang calon Bupati yang muda ini masih jomblo. Namun
sudahlah urusan jomblo itu kan urusan jodoh yang mungkin belum diberi oleh yang
Maha Kuasa. 11 tahun ia berkarir di politik, bahkan terakhir ia duduk sebagai
anggota DPRK ia bahkan tak terpikir tentang jodoh . Tahun ini adalah tahun
khusus karena bertemu Mirna, mahasiswi Ilmu Komunikasi yang sedang magang di
DPRK. Mirna berbeda dengan banyak perempuan lainnya yang telah ia kenal. Mirna,
gadis yang shalehah, pintar dan punya jiwa seni yang kuat. Entah mengapa hati Nisfu merasa sejuk dan
merinding begitu mendengar alunan qira’ah Mirna. Setiap dialog pun ia merasa
nyambung dan hatinya tiba-tiba berwarna warni.
“Mirna, boleh Bapak tanya pendapatmu?” tanya Nisfu. Dalog panjang dijuntai tentang pendapat Mirna
jika ia terima amanah partai dan 2 partai lainnya untuk mencalonkan diri
sebagai Bupati. Mirna membahas panjang lebar dari sisi agama maupun keilmuan.
Bahkan Nisfu seperti disengat listrik ketika Mirna bertanya apakah ia sudah
memohon petunjuk Allah swt dengan melakukan shalat istikharah. Terus
terang Nisfu memang rajin shalat, rajin
puasa , rajin zakat infaq dan shodaqoh. Namun tentang shalat istikharah ia
benar-benar lalai. Nisfu malu hati, selama ini ia terlalu pede dengan apa yang
akan menjadi keputusannya. Bukankah skenario Allah swt tentang kehidupan sang
hamba adalah skenario terbaik. Nisfu menunduk
di hadapan sang rabb, ia begitu mengagungkan skenario 3 dasawarsa yang
dibuat sang maestro politik yaitu ayahandanya tercinta. Ia melupakan begitu
saja skenario sang pemberi hidup & kehidupan. Mirna, adalah bidadari kecil
yang dikirim sang Khaliq dari syurga untuk menjadi pencerah hidupnya.
“ Mirna, minggu depan Idul Adha menurutmu kemana sapi qurban Bapak
sebaiknya disalurkan ?” tanya Wisnu layaknya bertanya pada seorang penasehat
pribadi. Mirna bercerita tentang desa
binaannya nun jauh di kecamatan terjauh
kabupaten tersebut. Awalnya Nisfu
berkecamuk hendak menolak karena kecamatan itu bukanlah dapil nya. Sifat egoisme
versus altruisme nya berperang
layaknya pandawa dan kurawa. Pandawa menang, altruisme[1] Nisfu menang sehingga ia
memilih berQurban di desa Sari kecamatan Ujong Angin.
10 Dzulhijjah 1437 H, Qurban seekor Sapi di desa Sari kecamatan Ujong
Angin. Biasanya Mirna dkk komunitasnya selama 2 tahun sebelumnya hanya mampu membawa
seekor kambing kesana pada idul adha. Saat ini
masyarakat desa senyumnya lebih cerah. Rasa syukur pada Allah swt atas
segala rahmat dan karunia yang didapatkan.
Suara takbir berkumandang, saling bersalaman dan memohon maaf. Qurban
penuh cinta & keikhlasan dari seorang hamba . Ada senyum di bibir Mirna ,
ada senyum di bibir pak Nisfu. Sama-sama penuh doa & zikir dari mereka
berdua, segenap rekan-rekan Mirna, segenap rombongan dan tentu seluruh penduduk
desa. Desa sari semakin indah, ketika daging kurban mulai dibagikan dan di
masak di belanga penduduk desa. Ada secercah harap di sudut hati Nisfu yang
paling dalam..........diakah bidadariku ya Allah?
(10 Dzulhijjah 1437 H , desa Batoh)
[1] Altruisme adalah lawan dari egoisme. Orang yang altruistis memiliki
sifat peduli dan mau menolong orang lain
meskipun tidak ada keuntungan yang ditawarkan
atau tidak ada harapan bahwa ia akan mendapatkan suatu keuntungan
(Myers, DG , 2010)