salam

selamat datang ke blog saya , tulisan-tulisan kecil seputar manusia dalam dunia kerja , pendidikan dan keluarga dapat anda ikuti di blog ini. semoga bermanfaat buat para pembaca

Sabtu, 12 Juli 2014

TAUBAT (I) (langkahkan kaki taubat di Ramadhan)



Sebuah cerita kecil oleh Nur Janah Nitura

            Setiap kali pak Yamin berdiri di podium untuk berpidato, membuka acara, peresmian gedung, pernikahan , pelantikan atau segudang acara lainnya, setiap kali pula ia harus menggunakan topeng. Sebagai politisi kawakan yang telah sekian kali duduk di Dewan Perwalian Masyarakat (DPM) Pak Yamin memerlukan beribu topeng untuk tampil pas dan wah sesuai ruang dan waktu. Bercermin dua kali, merapikan rambut sambil memeriksa sudahkah cat rambutnya sempurna menutup warna putih uban, mematut kacamata wibawanya dan ritual ini akan diakhiri dengan tersenyum bangga dengan ke’sempurnaan’ penampilan dirinya.
            “Bang, sudahlah bang untuk kali ke depan abang tak usah nyaleg lagi. Kan tabungan abang sudah banyak, tanah, rumah, apartemen, mobil belum saham-saham abang di berbagai perusahaan itu” pinta  Rieki  istrinya setengah menghiba pada suami yang teramat sangat dicintainya itu.  Rieki adalah adik dari sahabat pak Yamin yang dinikahinya lebih 20 tahun yang lalu.  Rieki yang pada awalnya copy paste kepribadian pak Yamin, tiba-tiba enam bulan yang lalu mengalami puncak kulminasi spiritual yang membuatnya tersungkur dan terjungkit 180 derajat dari perempuan matre, ambisius menjadi perempuan tawadhuk dan qanaah. Perubahan positif yang menyejukkan namun menyesakkan dan mengkhawatirkan Yamin suaminya sendiri.
            “Rieki, pergilah ke Hongkong, Eropa atau mana saja bersama teman-temanmu . Berapapun aku support sepenuhnya” pak Yamin merayu sang istri dengan iming-iming duniawi . Jika itu terjadi 6 bulan yang lalu, tentulah Rieki , sosok ibu Gaul metropolitan akan segera mencomot kesempatan ‘emas’ itu . Namun kini hal itu tidak dan tak akan terjadi.  Rieki  kini tahu persis betapa ia harus terus menyibukkan diri untuk beramal, menyibukkan diri untuk menuntut ilmu agama, menyibukkan diri untuk berbuat baik dan seterusnya yang semuanya itu memang haruslah ia yang melakukan dan tak mungkin meminjam tangan orang lain.
            Tegar bagai batu karang di tengah lautan, lembut bagaikan sapuan angin gurun pada musafir kelana itulah   Rieki . Setiap malam air mata ia teteskan diatas sajaddah panjangnya. Setiap malam alun merdu suaranya dendangkan ayat-ayat Illahi buktikan kecintaannya pada-Nya. Setiap malam tangannya memainkan butiran tasbih menyebut kesucian dan kemulian-Nya. Malam bagi  Rieki adalah malam penuh makna, detik demi detik ia untai dengan perjalanan nafs amarah , nafs lawammah, nafs mulhimah dan cita-cita mulianya menuju nafs muthmainah. Perjalanan panjang lidah api yang panas menjadi angin yang kadang tak tentu arah . Perjalanan panjang angin menjadi air yang menyejukkan dan selanjutnya menjadi tanah yang sentiasa berikan manfaat dan kesuburan meski diinjak-injak.
            Bagaikan berlian yang bersinar cemerlang itulah  Rieki, sosok hamba Allah yang bergumul dalam danau pertaubatan kubra yang penuh perjuangan. Sebagai istri ia  sadar sepenuhnya bahwa istri haruslah mengabdi pada suami , namun apakah ia akan mengabdi jika sang suami menyeretnya ke pinggir jurang ??? . Sekali lagi  Rieki istighfar, menunduk malu dan bermunajat pada Illahi, Allah subhanawataala.  Rieki terasa melayang jiwanya , jiwa yang telah ada sejak sperma sang ayah menempel di rahim ibundanya untuk kemudian berkembang menjadi janin, bayi, anak-anak, remaja, dewasa seperti sosoknya sekarang ini. Jika kemudian diberi umur akan jadi tua dan mati kembali ke asalnya. Dari berbagai pengajian yang diikutinya , Rieki akhirnya sadar betapa hawa-nafsu merupakan satu paket  keinginan-perbuatan yang apabila tidak dijinakkan akan menjebak kehidupan manusia di alam fana ini bagaikan terperosok ke dalam lumpur.
            “Aku gak suka dengan penampilanmu sekarang Rieki , terlalu alim untuk bisa sejajar dengan ibu-ibu kalangan kita” begitu keluhan  suaminya. Mengganti busana minim dan modern dengan busana muslimah ternyata membuat Yamin gerah . Rieki konsisten dengan prinsip mengubah sesuatu harus dari diri sendiri. Ia menyadari bahwa perjalanan pertaubatannya masih panjang, dan Allah swt memberinya cobaan yang berat yaitu suaminya sendiri dan Bapak dari anak-anaknya masih terus berkubang dalam keangkuhan duniawi.
            “ Aku ini wakil rakyat Rieki , gajiku besar, pendapatanku di luar gaji juga melimpah, deposito, rumah dan hartaku yang lain tak ternilai. Mudah saja bagiku untuk mengatur ini dan itu karena aku wakil rakyat dari partai besar yang berkuasa saat ini. Aku juga dekat dengan kalangan orang penting negri ini , mohon sebagai istri dirimu menyadari itu dan tak perlu berubah jadi aneh-aneh”  kata-kata yang meluncur dari mulut Yamin dengan intonasi tinggi terdengar serasa bunyi meriam di telinga Rieki .
Akhirnya Rieki  terus berdoa, berdoa dan berdoa …………………….. doa Rieki benar-benar doa tulus seorang hamba yang sadar bahwa ia adalah mahluk-Nya. Doa Rieki jauh dari doa matematika yang penuh angka-angka, atau  doa pedagang yang menghitung untung rugi. Rieki  mencoba berdoa dengan sebenar-benarnya doa.
            Ramadhan bagi Rieki adalah sebuah oase spiritual yang sangat ia dambakan. Ia dapat mereguk perjalanan asyik masyuk seorang hamba yang rindu dendam dengan kasih sayang sang Khaliq melalui alunan merdu ayat-ayat suci. Ia juga berkesempatan membangun empati pada sang papa fakir dhuafa melalui rasa lapar dahaga. Ia juga terus belajar memberi, belajar melepaskan baju-baju kesombongan dan kemegahan melalui berbagi rezeqi dalam zakat, infaq dan sedekah. Namun dari semua itu bagi seorang Rieki, yang paling istimewa adalah keyakinannya bahwa di ramadhan ini ia akan menjerit dan menangis. Rieki akan gelarkan seluruh pinta bermunajat pada Allah azza wajala.
            Di tahajudnya yang panjang, Rieki menangis dan meminta dalam untaian doa seorang hamba yang hina dan tunduk tersungkur di hadapan keperkasaan sang Khaliq pemberi hidup dan kehidupan . Doa tersebut terngiang lembut :
“Ya Allah, sang maha pemberi hidup dan kehidupan
Malam ini untuk ke sekian kalinya hamba menghiba
Malam ini untuk ke sekian kalinya hamba mengemis
Hamba sadar hanya kepadaMu lah tempat hamba meminta
Hamba sadar hanya kepadaMu lah tempat hamba berserah diri
Jika titik hidayah telah Kau percikkan di sanubariku
Jika cercah hikmah telah Kau guyurkan di jiwa ragaku
Berikanlah titik hidayah dan cercah hikmah-Mu kepada suamiku
Pada laki-laki yang jadi pendamping belahan jiwa di kehidupan ini
Hamba malu meminta surga-Mu ya Allah
Namun hamba sangat takut pada api neraka-Mu
Ya Allah, sang maha pengasih dan penyayang
Curahkan rahman dan rahim-Mu kepada hamba sekeluarga
Curahkan keberkahan-Mu kepada hamba sekeluarga
Dengarkan jeritan pinta hamba-Mu yang hina ini
Dengarkan tangisan ronta mahluk-Mu yang nista ini
Allahuma ya Allah, Aamiin ya Robbal Alamiin “
Doa tersenandung, tiupan angin berdengung, awan mendung dan alam semesta seolah menyimak senandung doa seorang hamba yang bernama Rieki.
            Rieki lanjutkan aktivitasnya dengan menyiapkan makan sahur, meskipun para asisten rumah tangganya siap menghidangkan menu sahur. Namun Rieki sebagai seorang istri dan ibu tetap dengan ikhlas terus melakukan tugasnya. Setelah 10 hari ramadhan, suaminya absen. Pada sahur hari ke-11 ramadhan tiba-tiba Yamin terbangun dan menjerit memanggil sang istri .  “Rieki, rieki, tolong kemari”. Rieki datang, mendapati suaminya menggigil. Yamin minta dipeluk, terlihat wajah Yamin pucat ketakutan. Yamin menangis di pundak Rieki, Yamin minta dipeluk kuat-kuat. Yamin minta dituntun membaca Istighfar. Rieki bingung, Rieki terkejut, Rieki terpana. Ya Allah, doaku Kau dengar. Ya Allah, doaku kau kabulkan. Ya Allah, doaku Kau tunaikan.
            “Rieki, istriku yang sholehah. Aku salah, aku banyak dosa, aku sombong, aku hina” .  “Rieki, ibu yang sholehah. Bantu aku bertaubat. Aku islam, aku muslim tai telah mengkhianati agamaku sendiri. Aku terlalu sombong sebagai hamba. Bantu ya istriku sayang. Aku mau menjalankan perintah Allah swt dan bersumpah untuk menjauhi larangan-Nya”.
            Menjelang azan berkumandang, di masjid terdengar suara kalam Illahi : “ Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang dibawahnya sungai-sungai……………………” (Al Qur’an, surat At-Tahrim ayat 8)

Astaghfirullah Robbal baroya Astaghfirullah minal Khothoya
(Aku mohon ampun kepada Tuhannya manusia.
Aku mohon ampun kepada Allah dari segala kesalahan)

Robbi zidni 'ilman nafi'an wawafiq li 'amalan maqbulan
(Tuhan, tambahkan aku ilmu yang bermanfaat
dan terimalah amal yang maqbul bagiku)

Wawahab li rizqon halalan watub 'alaina taubatan nasuha
(Berilah aku rizki yang halal
dan terimalah taubat nasuhaku)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar