Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu tetapi ia baik
bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu tetapi ia buruk bagimu, dan Allah
mengetahui dan kamu tidak mengetahui,“ (QS. Al-Baqarah: 216).
SATU
Menyayangi atau membenci hanya setipis kulit padi, itu
baru kusadar setelah semua terjadi. Keluar
dengan paksa dari istana yang kubangun
bersama mas Dan & dipisahkan dari ketiga buah hatiku sudah lebih dari
penjara seumur hidup. Aku tak menyangka laki-laki yang menikahiku selama 15
tahun akhirnya menyerah seperti prajurit tak bersenjata, ketika aku istrinya
dilanda badai dalam karir. Lima belas tahun yang lalu aku menerima lamarannya
karena aku yakin ia adalah imam sejati yang kurindukan , bahunya tetap kuat
untukku bersandar walau ada badai dan topan. Namun hatiku benar-benar hancur
terpuruk ketika cobaan itu datang, mas Dan justru mengusirku dari rumah dan
memisahkanku dengan ketiga buah hatiku.
15
tahun aku meniti karir di perusahaan sekelas PT. Maju Internasional dengan
karir yang berkibar ternyata tak menjamin perjalanan karirku akan semulus pipiku
yang rajin ku facial. Aku terpeleset dengan tuduhan berat merugikan perusahan,
meski demi Tuhan semua itu hanyalah kesalahan administratif namun tetaplah aku
harus ambil tanggung jawab. Ketika semua rekan kerja dan sahabat berpaling
dariku, membenciku
yang sedang jatuh aku masih berharap mas Dan suamiku akan tangguh dan
memberikanku energi untuk bangkit. Harapanku hanya seperti kapas terbang tak
tentu arah, mas Dan dengan keras dan tegas mengusirku dari rumah. Aku hanya
berjalan dengan pakaian yang melekat di badan, satu hal yang masih membuatku
kuat adalah bahwa aku punya Allah swt, tempatku berkeluh dan mengaduh.
Kapal
hidupku berlabuh di pesantren Al Makmur, Pak Kyai dan bu Nyai menebar damai dan
senyum pada siapa saja yang hadir. Aku berusaha menghapus memoriku tentang mas
Dan dan ketiga anakku. Aku percaya Decay Theory ( teori Atropi) yang beranggapan
bahwa memori menjadi semakin aus dengan berlalunya waktu bila tidak
pernah diulang kembali (rehearsal). Teori itu menganggap bahwa informasi yang
disimpan dalam memori akan meninggalkan jejak (memory trace) dan jika
dalam jangka waktu lama tidak dipanggil kembali ke alam kesadaran, akan rusak
atau menghilang. Teori ini aku pegang erat dengan usaha yang keras bahwa aku
harus menutup buku hidup pertamaku bersama mas Dan dan ketiga anakku ( Dika,
Dall & Dell). Segenap ustadh, ustadhah , santri dan karyawan pesantren Al
Makmur tak ada yang tahu persis latarbelakangku. Aku hanya menempatkan diri
sebagai musafir kelana yang membutuhkan oase sejuk untuk rehat di kefanaan
dunia. Aku datang juga membawa ketrampilanku dalam seni rupa, aku dipercaya
oleh pak Kyai dan bu Nyai untuk menjadi salah satu ustadhah bidang seni rupa.
Aku melukis, santriku melukis. Aku melukis kehidupan, santriku melukis
kehidupan. Pak Kyai sudah memberikanku rambu-rambu agar tidak melukis binatang
atau manusia dan aku menghormati itu. Lukisan alam, lukisan sawah ladang, lukisan kebun, lukisan
hutan, lukisan bunga, lukisan buah dan lukisan abstrak spiritual mulai kurintis
dan kuasah.
Ini
adalah tepat
tahun kelima belas
aku di pesantren, aku bersyukur pada Allah swt yang telah menuntunku ke jalan
putih. Ketika limbung jiwaku diarahkan dekat denganNya. Ketika
limbung badanku diarahkan ke tempat suci ini yaitu masjid dan pesantren. Aku
melangkah ke Galleri , aku simak lukisan santriku satu persatu. Lukisan yang
indah dan berjiwa. Aku bahagia diberi karuniaNya untuk mengajarkan para santri
melukis. Melukis tak sekedar menorehkan kuas diatas kanvas, namun aku diberi
karuniaNya untuk mampu mengajarkan mereka menoreh ruh dalam kehidupan lukisan
tersebut. Aku tersenyum, aku lega namun entah mengapa aku jadi limbung melihat
lukisan mawar kuning itu.
“Siapa
yang melukis mawar kuning itu” tanyaku
“Siti
Aishah ustadhah” jawab salah satu santriku
Aku
memintanya untuk memanggil Siti Aishah dan menanyakan padanya secara langsung.
Sepuluh tahun ini tak satupun pernah ada dan aku berharap jangan ada lukisan
mawar kuning. Selalu saja sebagai contoh akan kulukis mawar merah, merah jambu
, putih atau biru.
DUA
Mawar kuning bagi Dika amatlah istimewa. Istimewa karena
memiliki kisah tersendiri betapa bahagianya membucah ketika bocah gara-gara si
mawar kuning tersebut. Mawar kuning adalah kisah bros indah hadiah sang ibu ketika Dika genap usia 5 tahun. Dika bangga
mengenakan bros mawar kuning tersebut, selanjutnya Dika pun menunjuk pohon
mawar di taman, selanjutnya ibu menanam mawar kuning di pot kembang teras
belakang rumahnya. Mawar kuning mampu menghadirkan energi positif di benak Dika ketika ia penat dan jenuh. Melihat
ujud mawar kuning tak hanya menenangkan kedua bola matanya, namun aura mawar
kuning itu mampu menembus gelombang otaknya sejak gelombang betha , alpha dan tetha . Di tiap gelombang otaknya, aura sang
mawar kuning mampu menancapkan kesan yang dalam dan rapi sehingga mengisi
folder memory indahnya setiap jejak waktu.
Sejak ibu pergi 15 tahun yang lalu, hanya doa pada Allah swt dan mawar
kuninglah yang membangkitkan energy hidup buatnya. Saat ibu pergi Dika masih
14 tahun, sebagai anak tertuapun ia tak
paham apa yang terjadi. Ia hanya tahu kemudian ayahnya mengusir ibu, membakar
seluruh foto ibu dan melarang Dika dan kedua adik laki-lakinya untuk sekedar
bertanya tentang ibu apalagi bertemu. Ibu hilang seperti ditelan malam. Mawar
kuninglah yang mampu menjadi mediasi menghadirkan wajah ibunya. Di teras belakang rumah ada 10 pot mawar
kuning, di teras depan rumah ada 10 pot mawar kuning. Di meja belajar hingga
kini meja kerjanya juga ada setangkai mawar kuning imitasi yang wangi. Bagi
Dika mawar kuning adalah rajutan sel-sel
hidup ibu yang menyembul dalam rona kuning yang indah. Sejak 4 tahun lalu Dika
bekerja di sebuah lembaga pendidikan, Dika yang pintar dan kreatif cukup cepat
dan sukses karirnya .
“Bu Dika, ini balasan dari pesantren Al Makmur. Mereka bersedia menerima
kunjungan ibu dan segenap staf Yayasan
Al Fitri. Dan sesuai dengan list jenis lukisan di web Al Makmur, ibu mengisi
dengan Mawar Kuning yang sebenarnya tidak tersedia. Tapia da 1 santri yang
bersedia melukisnya buat ibu Dika. Nanti akan ada upacara penyerahan dana
bantuan dari Yayasan Al Fitri dan disitu Bu Nyai akan menyerahkan lukisan Mawar
Kuning sebagai cindera mata buat lembaga kita bu” penjelasan Aziz staf Yayasan secara rinci. Dika dan segenap manajemen Yayasan AlFitri
memang memilih pesantren ini untuk studi banding, karena pendidikan di
pesantren Al Makmur sangat memperhatikan keseimbangan otak kanan & kiri.
Selain program unggulan berupa Hafizh Al Qur’an, agrobisnis, entrepreneur .
Program unggulan seni rupa serta gallery lukisan merupakan nilai tambah
tersendiri.
TIGA
“Aishah, mengapa kamu melukis mawar kuning” Tanyaku
“Aishah melukis untuk rombongan
Yayasan AlFitri yang insyaaAllah senin tanggal 11 Juli 2016 ini akan berkunjung
ke pesantren kita ustadhah” jawab Aishah tegas
“Mengapa harus kuning ?” aku selidik sekali lagi
“Apa salahnya ustadhah, toh kuning juga warna ciptaan Allah swt,
Spektrum warna yang sama-sama punya hak untuk eksis di kefanaan dunia. Iya kan
ustadhah, ustadhah justru yang megajariku” tegas Aishah sekali lagi.
Aku tertohok dengan jawan Siti Aishah, hafizhah 20 juz yang cerdas dan
punya jiwa seni yang kuat. Aku tertohok sekali lagi setelah membaca surat dari yayasan Alfitri. Tertohok bukan
karena kedatangan mereka, namun karena nama pemimpin rombongannya. Ibu Dika
Nabila Dannuandri . Iya pemimpin rombongan itu adalah Dika, putri sulungku.
Buah hatiku bersama mas Dan, mas Dannuandri mantan suamiku. Aku baru paham
bahwa mawar kuning adalah pilihan bu Dika, mawar kuning adalah pilihan Dika
putriku. Ternyata Dika tetap sayang dan cinta pada mawar kuning, aku berharap
Dika tetap sayang dan cinta padaku sebagai ibunya. Aku deg-degan menunggu hari
senin, hari bersejarah pertemuanku dengan Dika. Aku berdoa masih diber umur
oleh Allah swt, agar bisa puas menatap wajahnya, jika boleh dan bisa menyalami
tangannya yang tentu sangat lembut. Aku juga ingin mengintip ekspresinya ketika
menerima bingkisan lukisan mawar kuning.
Entah sanggup atau tidak aku menemui Dika, namun mata, kuping dan
tanganku akan puas sekedar mengintip
ruang cinta di matanya yang bening. Mengintip ruang cinta di matanya yang
bening buat si mawar kuning atau mungkin buat aku ibunya ?
Angin semilir , 09072016