salam

selamat datang ke blog saya , tulisan-tulisan kecil seputar manusia dalam dunia kerja , pendidikan dan keluarga dapat anda ikuti di blog ini. semoga bermanfaat buat para pembaca

Minggu, 03 Juli 2016

KACA & LEBARAN (Sebuah cerpen oleh Nur Janah Al Sharafi)



                Benda apa yang paling akrab dengan perempuan, kamu akan setuju jika jawabannya adalah kaca. Bagi perempuan kaca adalah teman akrab yang baik sekaligus bisa menyesatkan . Baik karena di kacalah aku bisa menemukan berapa black spot dan white spot di wajahku agar dapat kumusnahkan. Di kaca pula aku bisa menemukan berapa jerawat atau garis wajah sehingga cepat-cepat aku bisa menyiapkan cream ini dan cream itu untuk kemudian kusamarkan. Menyesatkan karena di kacalah aku kadang senang ditipu, ditipu oleh tebalnya make up yang membuatku tersenyum-senyum seolah aku cantik. Ditipu karena di kaca lah tebalnya make up membuatku terpesona oleh penampilanku sendiri yang sebenarnya biasa biasa saja. Namun terus terang jika kau tanya lebih sayang  mana antara gaun, tas, sepatu atau kaca , aku tetap akan memilih kaca.
            Suatu hari aku berdiri di depan kaca, kupandangi sosok fisik jati diriku. Kaca ini adalah kaca yang setia menemaniku dalam 20 tahun terakhir, aku ingat ketika membeli lemara kaca ini. Aku dan mas Bram harus puasa dulu menabung hampir setahun agar mampu membeli lemari kayu berkaca yang kuidamkan sejak lama. Hanya  20 tahun yang lalu kaca ini masih segar, bau kayunya masih sesegar bau kayu hutan. Bau kacanya pun masih sesegar potongan kaca dari toko. Kali ini adalah kaca 2 dekade yang penuh sejarah, kaca yang menjadi saksi  cintaku dengan mas Bram. Kaca yang sering kugunakan berkaca bersama manakala kami menumpahkan rasa kangen. Kaca yang sering kugunakan berkaca ketika aku menggendong si sulung, si tengah maupun si ragil. Kali ini aku pandangi sekali lagi setelah 20 tahun bersama. 22 tahun bersama mas Bram  dan 20 tahun lemari kaca ini hadir di rumah kami.
Tiba-tiba kaca itu berwarna-warni, tiba-tiba kaca itu seperti teater hidup yang bergerak, tiba-tiba aku mendengar suara dari dalam kaca, tiba-tiba aku melihat gradasi sinar dari dalam kaca, tiba-tiba aku merasakan udara panas dan dingin menghembus dari kaca. Aku terseret masuk ke dalam kaca, kaca mengajakku berkaca lebih dalam.  Berkaca tentang jati diriku. Aku seperti melihat aku bayi , minum asi dibelai emak disayang bapak. Aku seperti melihat diri kanak-kanakku di kerumunan para orang tua idola seperti emak dan bapak di satu sisi. Aku juga melihat diri kanak-kanakku yang koyak di kerumunan para orang dewasa yang mengoyak kemurnian kebocahanku. Di kaca itu aku juga melihat aku yang luka, lara merangkak terseok-seok di jam, di hari, di minggu, di tahun. Disitu aku melihat wajah emak yang sedih, disitu aku melihat wajah bapak yang susah. Aku ingin lari memeluk mereka berdua, namun tak bisa. Sekali lagi aku hanya bisa melihat namun tak bisa meraih apalagi memeluknya.

Warna warni kaca itu membawaku berjalan menyusuri dan menguliti sejarah hidupku, aku menangis kadang juga tertawa. Terlalu banyak warna warni kesadaran yang kualami sejak aku merasa malu dengan taqdirku, aku merasa bersalah dengan keadaanku, aku yang terpuruk duka, aku takut dengan keadaan hingga aku marah dengan taqdirku. Warna-warni panas membuatku sedih, takut, marah hingga aku tak berdaya. Aku melihat diriku terpuruk jatuh terjerembab peluh. Aku seperti tiada, aku bukanlah siapa-siapa.
Di kaca itu aku melihat kekuatan yang membuatku bangkit. Kekuatan Allah swt sang maha pencipta, kekuatan orang orang terbaik seperti emak bapak guru dan para sahabat. Aku melihat warna warna kaca menjadi adem, seadem es cendol kegemaranku. Aku melihat senyuman tersungging di wajah-wajah mereka. Aku melihat tangan-tangan mereka menuntunku. Menuntun jati diriku agar bersyukur dan bangga dengan karuniaNya. Menuntun jati diriku agar berani, bersyukur, cinta, bahagia dan damai. Aku bisa bangkit kembali . Aku melihat aku berjalan, melalui bening kaca itu aku melihat senyumku yang damai. Aku melihat aku berkerudung melafalkan ayat demi ayat Al Qur’anul karim. Aku melihat aku sholat, aku puasa, aku berbagi, aku berhaji. Aku seperti diterbangkan lembut di langit yang tinggi. Kaca itu masih berwarna warni, namun kali ini warna itu jadi lembut dan sejuk masuk ke kulit tulangku. Perjalanan kesadaran yang panjang dari terpuruk malu hingga bercumbu dengan kedamaian. Aku melihat warna kaca itu bening,  aku terhempas lembut di sebuah peraduan merah jambu. Tubuhku dibalut baju putih yang adem, kerongkonganku juga adem. Mulutku komat kamit  berzikir menyebut asmaNya , malafalkan kalimat tauhid . Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah....... aku pasrah, aku tak sadarkan diri. ‘Pulang nak’  begitu kata bapak.  ‘Pulanglah nak’  begitu kata emak. ‘Tugasmu belum selesai,  anak dan suamimu menunggu. Teruslah dalam kebaikan anakku, smoga kelak dirimu husnul khatimah ’  begitu kata emak dan bapak. Mataku terbuka,  jarum infus di tanganku, warna putih rumah sakit di sekelilingku. Suami dan kedua anakku tersenyum, nampak rasa bahagia terpancar di wajah mereka.   ‘ Bunda, sudah 2 hari bunda koma. Alhamdulillah Allah swt berikan kesembuhan buat bunda’ . ‘ Besok lebaran bunda, aku sudah minta bantu tante Susi masak lontong opor buat bunda’ kata anakku.
Allah adalah wali/penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya........ (Al Baqarah : 257)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar