salam

selamat datang ke blog saya , tulisan-tulisan kecil seputar manusia dalam dunia kerja , pendidikan dan keluarga dapat anda ikuti di blog ini. semoga bermanfaat buat para pembaca

Senin, 21 November 2016

Catatan dari Sydney 1 (Belajar Karakter di Perantauan)



            Berita yang terpampang di negeri sendiri seringkali membuat kita menahan nafas karena isi berita yang bertentangan dengan hati nurani kita. Berbagai borok moral rasanya sudah menjadi menu berita yang lazim untuk dikonsumsi masyarakat. Borok yang aslinya adalah luka di tubuh kita, biasanya akan berdarah dan bernanah jika tak segera dimanajemeni dengan baik. Demikian pula borok karakter, akan berdarah, bernanah bahkan mungkin berulat jika borok tersebut dibiarkan saja bahkan diterima sebagai sebuah kelaziman.
            Terus terang kita yang mestinya bangga kadang dibuat malu hati menyandang nama besar sebuah negri. Negri yang luas dan indah lengkap dengan kekayaan sumber daya alam plus kekayaan sumber daya manusia, mestinya membuat kita penghuninya menjadi bangga. Namun kenyataannya banyak borok yang membuat kita jadi malu hati dan kebanggaan itu terkikis perlahan jika kita tidak mengobatinya dari sekarang.
            Di negri orang saya menemukan jati diri anak negri yang sebenarnya. Salah satunya saya lihat dari sosok Bang Anwar dan kak Nafisah. Perantau asal Aceh yang mengadu peruntungan nasib di negri Kanguru. Sejak awal berkenalan dengan keluarga ini, saya sudah merasakan aura positif yang mengalir. Bahasa verbal yang akrab dan lugas, bahasa wajah yang ramah dan tulus ditambah dengan bahasa tubuh yang apa adanya. Bang Anwar bekerja sebagai tenaga kerja semi-skill  dengan gaji yang cukup memadai untuk kehidupan di Australia. Saya tak tahu persis apa jenis pekerjaannya, yang menarik bagi saya adalah kalimat-kalimat yang mengalir penuh dengan isi positif dan pembelajaran tentang hidup dan kehidupan.
‘Disini kita belajar bagaimana disiplin, ada seseorang yang parkir di lokasi parkir difabel maka segera akan datang petugas untuk melakukan tilang’
‘Jangankan tawar menawar, dialog pun secukupnya. Petugas melihat kesalahan dan segera melakukan tugasnya untuk melakukan tilang’
‘Disini kita belajar menyintai ciptaan Allah swt. Kita tak boleh sembarangan menebang pohon, satu pohon kita tebang walaupun itu di depan rumah kita akan didatangi petugas dan didenda’
‘Disini kita belajar menyintai dan mengkonsumsi produk sendiri. Pemerintah tak akan mengimpor apapun yang bisa dihasilkan di negri sendiri. Dengan cara ini, para petani makmur, pengusaha lokal juga terlindungi’
‘Disini kita belajar menyayangi anak kita sebagai manusia seutuhnya, saat usia anak maka bermain pun menjadi porsi utama. Jarang sekali ada PR, kebahagiaan, kerjasama, saling tolong menolong lebih diutamakan daripada sekedar nilai angka dari  PR’.
Bang Anwar terus bercerita, kami semua terkesima mendengarnya. Terkesima bukan hanya karena isi cerita itu, namun saya khususnya terkesima karena itu dari sosok yang bersahaja.  Sambil mencicipi hidangan yang disuguhkan, azan pun bergema. Bang Anwar bersama Bang Bachtiar (suamiku) & Thariq (anakku) bergegas menuju masjid, tinggallah aku, kak Nafisah  & putri semata wayangnya ‘Fatimah azzuhra’  di rumah itu.  Setelah aku dan kak Nafisah shalat maghrib, kak Nafisah menghidangkan makan malam. Sambil menunggu yang lainnya, ia melanjutkan dialog tentang dirinya dan keluarganya.
            ‘Apa yang disampaikan abang tadi sepenuhnya benar, coba kakak lihat bagaimana bentuk rumah disini. Sederhana kan?’
‘Gedung tinggi hanya apartemen, Mall, perkantoran, kampus dan sejenis.Rumah tinggal bentuknya sederhana. Tidak ada yang berlebihan atau terlalu mewah. Meskipun perlengkapan serba modern namun tetap saja  lebih ditekankan pada fungsi peraatan itu, bukan kemewahan tampilannya’
‘Demikian juga pakaian, indah , rapi namun tetap bersahaja. Kakak silakan lihat mebel di rumah saya, ini rata-rata adalah barang second atau hibah. Kita disini saling membantu satu dengan yang lain, apalagi sesama perantau’
‘Jika di Indonesia, anak seusia Fatima sudah bisa minta ini dan itu. Namun disini tidak. Itu karena di sekolahnya para guru juga tampil bersahaja, anak-anak pun fokus bermain dan belajar. Anak-anak tak diajarkan untuk bermewah-mewah’
Bang Anwar, kak Nafisah, fatima  dan banyak keluarga perantau lainnya  yang belajar karakter positif di negri ini juga negri-negri lainnya tentu saja.  Kak Nafisah, tipe perempuan gigih yang menjadi ibu rumah tangga sekaligus melakukan kegiatan ekonomi produktif di rumahnya.  Menerima jahitan baju dan masakan rantangan menjadi kegiatan yang mendatangkan income tambahan buat keluarga mereka.
‘Berapa kak, ongkos jahit sebuah gaun?’
’30 dolar saja’
Ternyata justru lebih murah dari Banda Aceh. Jika di Banda Aceh, sehelai gaun sederhana  dibandrol 300 ribu (setara 30 dolar Australia) dan gaun renda bisa dibandrol dua kali lipat dari itu. Namun ongkos jahit di tempat kak Nafisah memberlakukan harga sama, kain katun atau renda tetap saja 30 dolar ongkosnya.
            Apa kita harus buka bengkel karakter[1] di negri asing, kemudian kita ekspor anak bangsa yang punya borok culas, iri dengki, korupsi, tamak, pembohong dan segdang borok lain untuk masuk ke bengkel tersebut ?  Berapa biayanya? Hehehe. Wah saya lupa, itu semua kan salah satu muaranya adalah keteladanan. Jika pingin rakyat sederhana, silakan sang pemimpin sederhana. Jika pingin rakyat cinta produk negri sendiri, ya jangan sedikit-sedikit impor . Jika ingin rakyat disiplin, ya tetapkan peraturan secara konsekuen dan konsisten.  Sambil melamun memimpikan indahnya negri tercinta lengkap dengan manusia-manusianya yang bersahaja tiba-tiba tersentak mendengar ajakan kak Nafisah untuk makan malam.
‘Silakan makan, jangan malu-malu’ , meja makan penuh, pinggiran Sydney terasa di Aceh.................ada tumis udang dan kerupuk muling disana.
Lakemba, New South Wales,  22112016  Jam 02.00 Waktu Sydney








[1] Kemendiknas (2010) menjelaskan bahwa; Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang  terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar