salam

selamat datang ke blog saya , tulisan-tulisan kecil seputar manusia dalam dunia kerja , pendidikan dan keluarga dapat anda ikuti di blog ini. semoga bermanfaat buat para pembaca

Senin, 15 Februari 2010

REMAJA KITA

SATU
Teka-teki sang remaja dalam keluarga tentu ada sejuta tanda Tanya yang perlu dijawab. Tanda Tanya itu kita mulai dengan bertanya pada diri anda, saya, kita atau siapapun pernah, sedang, akan mengalami masa remaja. Masa yang justru dianggap sebagai “diadakan” , karena beberapa suku pedalaman di dunia ini justru tak pernah tahu tentang masa remaja ini. Hal itu karena beberapa suku pedalaman tersebut tidak mengenal tradisi penundaan sosial. Remaja ada di tengah keluarga, tentu saja memerlukan suatu rangkaian harmoni interaksi sehingga kebersamaan dalam keluarga tetap terjaga.
Csikzentimihalyi & Larson (2004) mengemukakan bahwa perkembangan manusia sebenarnya merupakan proses restrukturisasi kesadaran. Puncak perkembangan jiwa seseorang ditandai dengan proses perubahan dari entropy ke kondisi negentropy. Kondisi entropy merupakan keadaan dimana kondisi kesadaran masih belum terususun rapi (acak-acakan) dan belum saling mengisi. Adapun kondisi negentropy merupakan kondisi dimana kesadaran telah tersusun dengan baik, utuh,memiliki tujuan yang jelas, memiliki tanggung jawab dan semangat kerja yang tinggi.
Masa remaja dipandang sebagai masa gelombang dan badai (Storm & Stress) yang dideklarasikan dengan menghadirkan sejumlah problema yang kerap dialami oleh remaja. Problema tentang perkembangan fisik & seksual, perkembangan konsep diri & kepribadiannya maupun perkembangan sosialnya. Sebagian pakar menyitir tentang status interim yang sebagian merupakan status pemberian (ascribed) dan sebagian merupakan status pencapaian (achieved)
Adapun keluarga dimaknakan lebih kepada sebuah komitmen antara dua orang berlawanan jenis untuk membentuk sebuah ikatan suci yang sah serta bersama-sama mengarungi kehidupan. Keluarga terbentuk melalui sebuah pernikahan dengan tujuan antara lain mencari ridha Allah Swt (QS Al An’am : 162) , Mawaddah warrahmah ( QS Ar Ruum: 21) , menjaga diri dari dosa dan mengikuti sunnah rasul (Hadist), melanjutkan keturunan (An Nisaa: 1), silaturrahmi (QS Al Hujurat : 13) , memperoleh rizqi (QS An Nahlu: 72).

DUA
Teka-teki tentang perkembangan seksual remaja ditandai dengan awalan terjadinya masa pubertas. Pubertas atau pemasakan seksual sendiri berlangsung antara masa kanak-kanak akhir dengan masa remaja awal. Pubertas ditandai dengan menarche (menstruasi) pada remaja putri dan pollution (mimpi basah) pada remaja putra. Perkembangan seksual ini apabila diawali dengan persiapan psikologis yang cukup dan diikuti dengan bimbingan positif dari orang tua, maka akan dilalui dengan baik. Namun jika pemasakan seksual ini tidak dibarengi dengan kematangan psikologis akan berakibat fatal.
Libido remaja yang meletup-letup apabila dimanajemeni dengan baik akan disalurkan menjadi sebuah energi positif untuk berkembang. Seperti berolah raga, berkesenian, berorganisasi, beraktivitas keagamaan serta aktivitas positif dan konstruktif lainnya. Namun apabila libido seksual yang meletup-letup ini distimulasi dengan SEM (sexual explicit material) seperti CD film biru, buku stensilan, lagu cinta yang cengeng serta tampilan pornografi lainnya dibumbui dengan peer-group yang mendukung, maka libido tersebut akan semakin liar (Kasus perek, remaja putra tingkat SMA yang menjadi pelanggan PSK, bintang flm biru, kasus hamil pra nikah dll)

TIGA
Teka-teki berikut tentang perkembangan sosialnya. Secara sosial, seorang remaja mulai melangkah ke dunia di luar rumah. Affective Others yang dulunya seputar rumah kini mulai meluas pada orang-orang di luar rumah khususnya teman sebaya. Keberadaan teman sebaya (peer group) amatlah kuat dalam diri remaja, sehingga tak jarang remaja mengambil keputusan justru bukan karena pertimbangan diri pribadi namun lebih pada pertimbangan kelompoknya.
Horrock & Benimoff (dalam Hurlock, 2001) mengemukakan pentingnya peran kelompok sebaya ini sebagai panggung dunia nyata remaja. Disinilah remaja mendapatkan suatu nilai-nilai baru yang dirumuskan oleh kelompoknya. Bahkan disini pula remaja menciptakan kultur tersendiri (kultur remaja) baik dari cara berpakaian, bahasa, hobi, jenis bacaan maupun aktivitas lainnya.
Kelompok sebaya yang positif dan mendukung akan merupakan modal bagi remaja untuk membangun konsep diri . kemampuan resiliensi serta dirinya secara utuh. Namun kelompok sebaya yang negative akan menjerumuskan remaja ke lembah kehancuran (Berbagai kasus penyimpangan seksual, narkoba & kriminalitas justru diawali dengan pengaruh kelompok sebaya).

EMPAT
Teka-teki berikut : Emosi yang meletup-letup seolah melekat pada diri remaja, padahal emosi yang labil tak selalu harus ada pada dunia remaja. Perkembangan emosi remaja ditandai dengan adanya suatu garis perubahan dari emosi entropy menuju negentropy, dari lamban emosi menjadi cerdas emosi. Ketrampilan dan kecerdasan untuk menggali siapa dirinya dengan segenap kelebihan dan kekurangannya menjadi awal sebuah perkembangan kecerdasan emosi.
Kecerdasan emosi yang baik bukan hanya tanggung jawab amygdala di otak namun kecerdasan emosi remaja amat erat kaitannya dengan dukungan keluarga, teman sebaya, media yang dikonsumsi , makanan dan faktor lainnya. Kecerdasan emosi yang baik akan merupakan bekal dan modal bagi remaja untuk mengembangkan kecerdasan majemuknya secara positif (termasuk kecerdasan spiritual) . Namun demikian realita menunjukkan bahwa tak jarang kasus kriminalitas yang dilakukan remaja ternyata sebagian ada yang dipicu oleh musik, acara TV, dorongan teman sebaya dan sebagainya. Oleh karena tantangan eksternal begitu kuat, perlu dipikirkan penguatan benteng internal remaja antara lain melalui keluarga.
LIMA
Remaja berada di tengah keluarganya yang menuntut keharmonisan interaksi antar anggotanya. Suami dan istri, Orang tua dan anak (termasuk remaja) , Anggota keluarga inti dengan anggota keluarga lainnya (nenek, paman, bibi, pramuwisma dan sebagainya). Interaksi harmonis didasari dengan niat yang tulus, cinta kasih,berpikir dan berperasaan positif sehingga mampu menepiskan berbagai riak gelombang konflik, pikiran dan perasaan negatif maupun berbagai dinamika yang ada didalamnya.
Eric Berne mengemukakan teori tentang Analisis Transaksional dimana manusia memiliki 3 status ego yaitu :
1. Child Ego
2. Adult Ego
3. Parent Ego
Hubungan dan komunikasi yang sehat menurut Berne dibangun dengan memfungsikan ketiga status ego tersebut secara tepat. Oleh karena itu komunikasi antara orang tua dengan remaja hendaknya dapat dibangun dan diujudkan hubungan dan komunikasi yang sehat berdasar ketiga status ego tersebut.
ENAM
Teka-teki tentang remaja dan cinta = seolah 2 kata yang tak terpisahkan. Cinta seolah merupakan sesuatu yang tabu padahal dalam Islam pun cinta menjadi bahasan yang menarik dan penting bahkan Islam juga dapat dikatakan sebagai Dinnul Mawaddah wa Mahabbah. Cinta sejati antara laki-laki dan perempuan idealnya memiliki 3 ciri utama sebuah cinta romantis :
1. Attachment, adanya keinginan untuk selalu bersama
2. Caring, adanya kepedulian dan keinginan untuk menyenangkan hati pasangannya
3. Intimacy, adanya keakraban dan keintiman dengan pasangan
Namun persoalannya adalah bahwa cinta romantis pada remaja kadang terpeleset dalam sisi gelap cinta sehingga layu dan luntur dan timbul riak-riak. Namun cinta romantis (Romantic Love) dalam perkawinan dalam banyak akan tumbuh dan berkembang menjadi sebuah Conjugal Love yang ditandai dengan saling percaya, rasa hormat, saling menghargai, saling memiliki, setia dan kesediaan berkorban untuk pasangannya. Conjugal Love ini biasanya akan lebih langgeng dan bertahan karena telah mampu mendaur ulang segala bentuk perasaan negatif seperti benci, cemburu, curiga, kecewa dan sebagainya menjadi perasaan positif yang lebih konstruktif (cinta, percaya, ikhlas dan sebagainya).

TUJUH
Pemahaman terhadap remaja menjadi sebuah agenda penting dalam suatu keluarga. Bagaimana tidak ??!! remaja membutuhkan segenap perhatian fisik maupun psikologis dari kedua orang tuanya agar amanah Allah swt ini benar-benar dapat tumbuh kembang secara optimal. Meskipun dewasa ini banyak faktor lingkungan yang berperan termasuk lingkungan sosial bahkan hingga teknologi informasi.
Setiap fase perkembangan yang dilalui tentu saja diinginkan dapat dijalani dengan sukses dan bahagia. Namun bahagia itu sendiri kadang menjadi sebuah wacana abstrak yang sulit untuk dijelaskan. Hurlock menyitir adanya beberapa faktor yang merupakan hal penting dalam membangun kebahagiaan dalam keluarga . Faktor tersebut antara lain adalah :
1. Kesehatan
2. Daya tarik fisik
3. Tingkat otonomi
4. Kesempatan interaksi di luar keluarga
5. Jenis pekerjaan/aktivitas
6. Status kerja
7. Kondisi kehidupan keluarga dan lingkungan
8. Harta
9. Keseimbangan harapan dan pencapaian
10. Sikap tehadap usia
11. Realisme konsep diri
12. Realisme konsep peran
Persoalannya adalah keluarga seringkali tidak semulus yang direncanakan. Riak gelombang dan dinamika yang terjadi menghadirkan problema yang menuntut kebijakan dalam mengantisipasinya. Persoalan ini antara lain hadir dalam hubungan antara orang tua dan anak, suami dan istri atau anggota keluarga lainnya . Persoalan tersebut antara lain adalah persoalan psikologis emosional, financial bahkan seksual hingga ke persolan antar orang tua dan anak seperti persoalan generation gap yang melahirkan perbedaan yang amat fundamental.
Setiap persoalan dapat dihadapi dengan 2 mekanisme utama yaitu :
1. Emotional Focused Coping , penyelesaian masalah yang berfokus pada emosi yang berkembangang dalam permasalahan tersebut.
2. Problem Focused Coping, penyelesaian masalah yang berfokus pada hakekat persoalan itu sendiri.
Dalam hal ini persoalan keluarga pada umumnya dituntut untuk menggunakan Problem Focused Coping agar persoalan tidak melebar.
DELAPAN
Manusia lahir ke dunia dengan tugas sebagai khalifah. Berjuta potensi manusia yang tersembunyi dalam sirkuit jaringan otak secara realita konsekuentual ternyata masih banyak belum difungsikan secara optimal. Sehingga konsekuensi tragis yang terjadi adalah sedemikian kecilnya yang teraktualisasikan . Keluarga sebagai institusi strategis memiliki peran penting dalam hal ini yaitu peran untuk menstimulasi potensi anggotanya (termasuk remaja) dalam mengambangkan kecerdasan majemuknya (IESQ – Intellectual, Emotional & Spiritual Quotient). Selain itu keluarga hendaknya juga mampu menstimulasi anggotanya mencapai 6 kebajikan yaitu :
1. Kearifan dan pengetahuan yang meliputi : keingin tahuan, cinta belajar, pertimbangan, kecerdikan, kecerdasan social, perspektif
2. Keberanian : Kepahlawanan, keuletan, integritas
3. Kemanusiaan dan Cinta : Kebaikan hati, Mencintai dan dicintai
4. Keadilan : bermasyarakat, keadilan, kepeimpinan
5. Kesederhanaan : pengendalian diri, kehati-hatian, kebersahajaan
6. Transendensi : Apresiasi terhadap keindahan, bersyukur, harapan, spiritualitas, pemaaf, rasa humor, semangat
Keenam kebajikan ini menjadi amat penting bagi remaja dan keluarganya untuk aktualisasi dalam menempuh kehidupan. Sudahkah kita jawab teka-teki tadi ??? semoga kita terus mencari jawabannya.

1 komentar: