salam

selamat datang ke blog saya , tulisan-tulisan kecil seputar manusia dalam dunia kerja , pendidikan dan keluarga dapat anda ikuti di blog ini. semoga bermanfaat buat para pembaca

Selasa, 10 Januari 2012

EFEK PYGMALION




Membaca  sepucuk surat  dari  Ibu  Ana , terus terang saya tersentak. Dalam suratnya Ibu Ana  mengeluhkan putra semata wayangnya yang masuk kelas B karena menurut para guru yang melakukan seleksi siswa, kapasitas putra ibu  Ana biasa-biasa saja dan  bahkan tergolong  dibawah rata-rata. Untuk masuk kelas A jelas tidak mungkin kata tim seleksi karena kelas A ditujukan untuk anak-anak yang unggul dan superior. Ibu Ana agak bingung juga melihat papan pengumuman , karena seingatnya waktu di play group dulu  putranya termasuk Top Five  dan boleh dibilang bintang diantara teman-temannya. Meskipun rasa percaya dirinya semakin menurun ketika ia duduk di bangku Taman Kanak-Kanak . Peristiwa yang membuat kemampuan  Boy (Putra Ibu Ana) menurun adalah ketika ia dibentak oleh salah seorang guru praktek di TK tersebut. Setelah itu Boy 3 hari tak masuk sekolah  dan  selanjutnya ia semakin kurang percaya diri.
Boy sering  curhat pada sang ibu...............”Bunda, Boy ini anak bodoh ya bunda?”  Kata ibu guru anak kelas A yang cerdas dan pandai bunda, sedang kami anak B ini adalah anak yang bodoh. Ibu Ana tersentak mendengar hal ini ? Benarkah pandai atau bodoh itu takdir ? Atau kita yang mengkotak-kotakkan anak-anak sehingga mereka terperangkap dalam ”takdir buatan manusia” dalam hal ini berupa kelas pandai dan kelas bodoh  ?
Menyimak  pengalaman Ibu Ana, saya jadi teringat sebuah fenomena yang dinamakan  Efek Pygmalion.  Fenomena ini pertama kali diperkenalkan oleh Robert Merton tahun 1957.  Fenomena yang hendak mengkomunikasikan bahwa  ” Harapan terhadap orang lain dapat menjadi sebuah kenyataan”. Pada penelitiannya, Merton melibatkan seorang guru yang diminta untuk mengajar kelas baru yang terdiri dari anak-anak berbakat (gifted children). Sang guru tidak tahu bahwa sebenarnya anak-anak tsb merupakan anak-anak yang memiliki inteligensi rendah dan memiliki masalah cukup serius dalam perilakunya sehari-hari.
Pada saat pertama kali guru masuk kelas, anak-anak tersebut mulai berperilaku tidak baik, tidak konsentrasi , tidak mau belajar bahkan tak mau memberikan respon yang berarti.  Namun karena guru merasa yakin bahwa anak-anak ini adalah anak-anak berbakat yang berinteligensi tinggi maka ia terus mengembangkan gambaran bahwa  anak-anak ini kreatif  dan pandai hanya dia saja yang mungkin belum pas metode mengajarnya sehingga dia merasa agak kewalahan. Sang guru merasa amat peduli dan bertanggung jawab terhadap metode belajar dan metode pendekatan yang ia berikan kepada para siswa/anak tersebut. Akhirnya ia merasa tertantang dengan situasi ini.
Sang guru melakukan modifikasi metode belajar mengajar dan pendekatan dengan penuh variasi. Disisip dengan berbagai permainan dan kasus yang menantang agar anak-anak ”cerdas” ini mau kooperatif terhadapnya. Dinamika yang terjadi sungguh luar biasa................semakin diperlakukan sebagai anak cerdas, maka anak-anak ini responnya semakin kuat dan prestasi serta perilakunya semakin positif. Pada akhir tahun ajaran ternyata nilai mereka rata-rata meningkat sangat signifikan  dan luar biasa ternyata anak-anak ini benar-benar telah menjadi anak berbakat. Sang guru akhirnya dikatakan telah  Menciptakan anak-anak berbakat !
Bagaimana Ibu Ana ?  Andai baik anak kelas A, B atau apapun namanya sama-sama diperlakukan sebagai anak yang special, cerdas, berbakat  tentu mereka akan tumbuh dan berkembang menjadi bintang, menjadi anak yang benar-benar berbakat nantinya. Bukankah banyak orang sukses yang dulunya ternyata anak yang  dianggap biasa-biasa saja di kelas maupun di lingkungannya. Coba ibu komunikasikan hal ini dengan Bapak dan Ibu Guru di sekolah Boy. Dan tentu saja harapan kita para Bapak dan Ibu Guru membaca tulisan kecil ini.   Salam buat Ibu sekeluarga
(Kasus Boy , putra Ibu Ana – Nama  asli dan lokasi/tempat tinggal dirahasiakan)
Tulisan ini pernah dimuat di Harian Aceh , Maret 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar