Lelaki muda sekolahan, pernah
menjadi CEO di beberapa corporate besar kemudian rela mengabdikan dirinya buat
keluarganya adalah sebuah sisi unik kehidupan yang sayang untuk dilewatkan.
Meninggalkan karir, teman-teman dan kehidupan lumayan mapan bagi seorang lelaki
bisa disamakan dengan kenekatan seorang mahasiswa yang meninggalkan studi untuk
ikut wajib militer demi membela tanah airnya. Terus terang jika dibedah dengan
menggunakan rumus ilmiah yang digodog dengan kacamata kognitif , hal ini tak
akan pernah terpecahkan. Kenekatan Zaldy (nama samaran versi saya) menutup
sementara lembaran hidup yang penuh tawa canda, nikmatnya berkendara, empuknya
kursi kantor, wanginya parfum dan flamboyannya penampilan patut diacungi
sepuluh jempol. Zaldy jelas melakukan semua ini dengan rumus hati.
Mendampingi seorang istri cantik dan
cerdas yang menempuh studi S3 (program doktor) itu saja sudah merupakan
keikhlasan yang luar biasa. Tanggung jawab seorang imam, tanggung jawab seorang
mahram sepertinya sudah begitu terpatri di hatinya sehingga keputusan tersebut
bergulir begitu saja. Kepahaman agama menjadikan Zaldy pasang badan menjaga
istri tercintanya meraih impiannya. Tentu kalian akan ada yang bertanya, apakah Zaldy tak punya
impian ? Tentu punya. Laki-laki secerdas dia tak mungkin jika tak punya impian
dalam hidupnya. Dalam posisi ini Zaldy mewakafkan diri dan impian egonya untuk
sesaat disimpan di laci kehidupan. Atau Zaldy justru tengah merangkai impian
keluarga melalui proses tersebut. Ia bersama Lina istrinya dan kedua putrinya
yang cantik dan cerdas sedang melukis potret impian masa depan mereka. Boleh
saja orang diluar sana melecehkan dan mencemooh keputusan Zaldy, bagi Zaldy itu
sah sah saja. Yang terpenting baginya adalah mereka sekeluarga sudah berembug
dan memutuskan mana yang terbaik. Walaupun
keputuan Zaldy telah menjungkir balikkan mitos tentang ayah, namun apa
urusannya mitos jika itu menyesatkan.
Mitos ayah biasanya masih berkutat
pada beberapa hal berikut ini :
1. Ayah
adalah seseorang yang wibawa dan punya tugas menegakkan disiplin di rumah
dengan segenap aturan dan larangannya.
2. Ayah
adalah seseorang yang sibuk dengan pekerjaannya di luar rumah sehingga waktu
yang diluangkan untuk keluarga hanya sedikit atau bahkan sisa sisa waktu saja.
3. Ayah
adalah seseorang yang tak akan mau mengorbankan karir atau pekerjaannya demi
keluarga
4. Ayah
adalah seseorang yang akan duduk manis menikmati hidangan yang dimasak dan/atau
disediakan oleh istrinya
Daftar ini jika
dilanjutkan bisa saja makin panjang, namun tetap saja isinya adalah segala hal
yang maskulin. Segala hal yang berurusan dengan perilaku masif otak kiri yang
ketat, kaku, terprogram serta terjebak dalam rangkaian mitos demi mitos yang
memenjarakan jati diri hakiki kemanusiaan seorang laki-laki. Sosok ayah
dibangun melalui ‘tukang sosial dan
budaya’ yang memilih ‘batu bata, semen,
cat ,genteng ‘ dan sebagainya sehingga
‘bangunan’ sosok ayah menjadi demikian[1].
Zaldy berhasil lepas
dari belenggu mitos-mitos tersebut, ia benar-benar menjadi dirinya sendiri
menjadi sosok ‘ayah ayah cinta’ buat kedua putrinya dan tentu suami tercinta
bagi istrinya. Kesan pertama yang saya tangkap adalah ketika saya dan suami
berkunjung ke rumah keluarga Zaldy dan Lina untuk pertama kali. Diundang
sarapan pagi dengan menu nasi gurih ala Aceh tentu merupakan sesuatu yang wow
di negeri Kanguru. Nasi gurih, telor balado, daging empal pedas, tauco tahu
plus cabe hijau, tumis uang plus kerupuk emping adalah menu mewah bagi musafir
seperti kami waktu itu. “Kasihan Lina sedang menghadapi ujian proposal, jadi
memang ini semua saya siapkan sendiri” dengan santai ia menjawab ketika deretan
menu lengkap ini diusut oleh para tamu siapa juru masaknya. Padahal sebelumnya
kacamata kuda kebodohan saya menebak bahwa itu semua buah karya Lina. Lina tentu juga bisa memasak, bahkan konon
kabarnya Lina cukup pakar membuat berbagai kudapan seperti kue basah, cake,
pizza dan sebagainya.
Mendampingi istri
melanjutan studi tak membuat Zaldy hanya mengurus urusan domestik saja. Zaldy
ternyata ayah dan suami yang piawai manajemen waktunya. Ia tetap bekerja
meskipun pekerjaan yang ditekuni tentu beda dengan pekerjaannya dulu. Kerja
skill yang ditekuninya di negri orang cukup membuktikan bahwa ia laki-laki yang
bertanggung jawab memberikan nafkah untuk keluarga. Hehehe seneng lihatnya
ketika putri bungsunya yang cantik selesai mandi dan berbedak wangi mengenakan
T Shirt bertuliskan ‘Daddy’s Sweet Heart’.
Ketika kami tanyakan siapa sih yang ‘Daddy’s Sweet Heart’ itu , kakak
atau adik ? Dengan pede nya si adik
menyampaikan bahwa dialah orangnya. Si kakak yang sedang membantu membersihkan
meja hanya tersenyum mendengar jawaban adiknya. Saya yakin kedua belahan jiwa
keluarga itu tentu sama dan sseimbang dicintai oleh ayah dan bundanya.
Zaldy telah
menanggalkan sosok ayah tradisional[2] , ia sukses membangun
sosoknya sendiri . Zaldy adalah ayah yang hadir di jiwa anak-anaknya, ayah yang
senantiasa siap menyuapi kasih sayang dan perhatian buat kedua putrinya. Zaldy
juga sosok suami yang dicintai dan menjadi kebanggaan istrinya. Boleh saja S3
diraih, namun sebagai istri tentu saja
Lina sangat menghormati dan menghargai keikhlasan sang suami untuk menjaga dan
memperjuangkan keluarganya. Zaldy sang ayah ayah cinta ini berjalan mengikuti
roller coaster kehidupan dengan jurus cinta, ikhlas dan bebas jaim. Barakallah ayah Zaldy sekeluarga , beruntung
kedua putri anda !
Ampang-Kuala Lumpur,
0501207 Jam 23.00
[1]
Seward, Stevens dan Yeatts (2013) menyatakan bahwa belief-belief tentang
ayah dan tingkah laku laki-laki
sebagai ayah sebagian besar
ditentukan oleh budaya
dimana mereka berasal
[2]
Ayah tradisional dicirikan sebagai
orang yang bekerja keras mencari nafkah (breadwinner), namun seringkali absen (tidak
hadir) baik
secara fisik maupun emosional dari anak-anaknya (McKeown,
2001)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar