salam

selamat datang ke blog saya , tulisan-tulisan kecil seputar manusia dalam dunia kerja , pendidikan dan keluarga dapat anda ikuti di blog ini. semoga bermanfaat buat para pembaca

Jumat, 01 Juni 2012

PEREMPUAN ITU BERNAMA AURA

Fiksi (Cerpen)


Sosok sahabat bagi Aura adalah sosok yang amat mahal harganya. Bagaimana tidak ? berpuluh, beratus bahkan beribu teman yang selama ini silih berganti dalam kehidupan Aura memang benar-benar hanya sebatas teman. Apalagi di puncak karirnya sebagai seorang Politikus yang mewakili Partai kecil namun amat bergengsi (khususnya buat kaum Perempuan) dan kini menempatkan dirinya si tempat yang terhormat yaitu di gedung DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten). Aura, perempuan cantik, berusia jelang 40 tahun namun memilih hidup melajang, semakin membuat khalayak gemas dan geram…………..”Apa yang kau cari ibu Aura?” begitu judul ulasan di Tabloid Melati tentang dirinya, ketika ia diumumkan sebagai salah satu wakil rakyat yang mendapat suara sangat signifikan. Selain itu Aura juga sosok yang sangat dikenal, karena sebelumnya ia adalah seorang dokter yang telah lama mengabdi dan tetap memilih menjadi dokter Puskesmas, meskipun segudang peluang karir ada di depan mata. Aura akhirnya memilih mundur sebagai PNS dan berkiprah di politik melalui Partai Suara Perempuan (PSP) .
Hidup melajang hanya berdua dengan ibu kandungnya (ibu Maryam yang kini usianya 60-an tahun) menghadirkan sebuah warna tersendiri.
“………Aura, bangun sayang sudah jelang subuh” begitu Bu Maryam membangunkannya dengan bahasa, kata dan tekanan suara yang sama , sejak Aura kecil hingga kini di usianya yang jelang 40 tahun pada tanggal 22 Desember yang akan datang. Biasanya jika Aura belum juga bangun, maka sang ibu akan mendendangkan lagu yang khusus diciptakan buat Aura kecil waktu itu………
”matahari hampir bersinar, anak-anak harus bangun….mandi pagi biar segar….jangan suka melamun…dst”. Kini , jika lagu itu terpaksa didendangkan lagi oleh sang ibu, karena Aura kelelahan dan agak lama bangun dari tempat tidurnya, maka Aura akan mengatakan “…..Ibu, ingat banget lagu aura kecil dulu”. Dan jika kata-kata itu meluncur dari mulut Aura, maka ending-nya dapat dipastikan adalah kedua anak beranak itu berpelukan dan sang ibu mengesun pipi Aura kiri kanan. Wauw…luar biasa bahagia, inilah yang membuat Aura tak terpikir tentang calon suami barangkali.
Sang Ibu, bagi aura adalah sosok yang paripurna. Ia tak hanya Ibu, namun juga Ayah karena ayah Aura pergi meninggalkan mereka ketika usia aura masih amat kecil . Sang ayah pergi tak ketahuan rimbanya, sebagai anggota DI/TII sang ayah keluar masuk hutan untuk berjuang. Sebuah perjuangan yang sangat absurd dan tak dimengerti sama sekali oleh Aura kecil. Ia hanya tahu dari sang ibu bahwa ayah adalah pejuang dan aura harus bangga terhadapnya. Ia Cuma dapat melihat sosok tampan wajah ayahnya pada foto-foto yang disimpan rapi oleh ibundanya.
”….Aura, kau harus bisa jadi pejuang seperti ayahmu” begitu berkali-kali ibunya mengatakan.
Kata-kata itu bagi Aura seperti sebuah proses internalisasi sebuah nilai, way of life dan entah apa namanya. Jelasnya di pikiran, di hati dan di realisasi perilaku Aura baik sadar atau tidak amat diwarnai oleh warna perjuangan. Hal ini pula yang membuatnya memutuskan untuk studi di Fakultas Kedokteran.
”…..Aura, Apa yang membuatmu ingin jadi dokter?” pertanyaan seniornya ketika Ospek waktu itu. Jawaban Aura mencengangkan telinga yang mendengar karena sungguh beda dengan orang kebanyakan
”…….Saya mau berjuang untuk membuat masyarakat lebih sehat, dan berjuang agar setiap orang dapat memperoleh hak-nya untuk sehat ”. Jawaban ini membuat para seniornya heboh .
”………Kim, ini cewek cantik calon dokter kita, bukan Cuma calon dokter tapi dia ini diam-diam juga berbakat jadi pejuang HAM”. Begitu celoteh mereka kepada Hakim, ketua Senat mahasiswa Fakultas kedokteran yang akhirnya giat mengejar cinta Aura, meski akhirnya gigit jari karena Aura amat menikmati kesendiriannya.
”Assalamualaikum ibu Aura, nama saya Hisyam…saya rakyat Kota Kita juga ingin memberikan beberapa input pada ibu selaku wakil rakyat, bolehkah ?” begitu bunyi pesan di account facebook Aura.
Dari seseorang yang mengaku bernama Hisyam dan meng-add dirinya sebagai teman serta mengirim pesan khusus. Semula Aura menganggap laki-laki ini sekedar orang iseng yang usil, namun beberapa pesan beruntun dengan nada yang sama membuat ketidakpedulian Aura luluh dan ia mengkonfirm laki-laki sebagai temannya di dunia maya. Hisyam El Sari ………..nama yang cukup keren (barangkali pemuda ini dari Desa Sari, nama desa di pojok Kota Kita yang dikenal subur dan adem ). Chating, saling berkirim pesan bahkan berdiskusi seru tentang banyak hal kehidupan sosial dan politik, membuat Aura merasakan Hisyam sebagai sosok ”sahabat” yang dicarinya selama ini. Hisyam tak sama dengan laki-laki lain yang dikenalnya, yang biasanya manis di awal namun kemudian mulai menjalankan perannya secara dominan, cenderung otoriter, mendikte dan terlalu possesif. Itu kesan Aura selama ini tentang laki-laki, sehingga ia semacam menderita ”commitment phobia” akhirnya. Hisyam sama sekali belum pernah minta Aura untuk ketemu secara langsung, Hisyam begitu sabar menjalani persahabatannya dengan Aura tanpa pamrih …begitulah kalau boleh dikatakan.
Hubungan ini meningkat setelah mereka berdua saling tukar nomor hp, ”…..Ibu Aura..bolehkah sesekali saya sms atau telpon Ibu”, begitu pertanyaan Hisyam di chating setelah mereka bertikar nomor Hp. ”…..silakan, namun jika mau telpon sebaiknya sms dulu takutnya saya lagi sibuk” jawab Aura.
Hal yang membuat Aura tersiksa adalah ketika ia harus dinas ke luar kota, biasanya ia usahakan pergi bersama ibunya. Hal itu karena ada kebiasaan kecilnya yang tak dapat dihilangkannya meskipun ia telah dewasa. Setiap jelang tidur, sang ibu senantiasa mengelus rambutnya dan bersenandung ……….sstsstsstssst…ststst….ststst…..begitu senandung desis dari mulut sang ibu sambil mengelus rambutnya. Pada saat ia jadi dokter Puskesmas, perjalanan dinas tak terlalu banyak.
Ia biasa mengatasinya dengan menelpon sang ibu menjelang tidur…”Ibu, aku mau bobok” maka sang Ibu pun akan menyenandungkan suara yang sama sejak aura kecil dulu. Nada, warna, tempo suara tak berubah meski usia ibundanya kini telah 60-an lebih.
”Ibu Aura, ada telpon penting dari rumah” begitu pegawai sekretariat DPRK menyampaikan meskipun saat itu ia tengah sidang dan pesan itu disampaikan via secarik kertas.
HP Aura ia silent, dan ketika membaca pesan itu baru ia melihat Hpnya….Miscall 5 kali (dari nomor telpon rumah). Ia pun ijin pada pimpinan sidang untuk keluar. ”…Ibumu sakit keras Aura, cepat pulang ya…ini tante dan sudara-saudara semua udah ngumpul disini” begitu suara Tante Marta ketika ia menelpon rumah. Tancap gas dengan Honda Jazz putihnya yang mulus, Aura meluncur menuju rumahnya.
“Yasiin…wal qur’anil hakim…dst”, suara lantunan ayat-ayat Illahi yang nyaring ia dengar begitu ia memasuki rumahnya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, ibu Maryam, ibunda tercinta dokter Aura telah pergi meinggalkan dunia fana menuju kehidupan kekal di pangkuan Illahi Rabbi.
Aura tak sanggup lagi mengeluarkan air mata, “Ibu….Aura ikhlas Ibu, pergilah dengan damai, cinta Aura pada Ibu senantiasa hidup,,,Aura akan berjuang Ibu seperti pesan Ibu dan Ayah”.
“Hisyam..maafkan aku, aku sebenarnya malu untuk mengakui kebiasaan infantilku , aku selalu dininabobokan ibuku jika aku menjelang tidur, bagiku kehilangan Ibu bukan cuma kehilangan seorang Ibu, namun juga kehilangan seorang sahabat yang aku cintai dan menyintaiku setulus hati” . Tulis Aura di pesan facebook untuk Hisyam.
Dalam hitungan jam, Hisyam pun menjawab “ Aura, maafkan aku yang lancang, meski kita belum pernah bertemu, ijinkan aku menjadi sahabatmu seutuhnya ..aku bersedia meninabobokanmu dengan senandung seperti yang dilantunkan ibumu, bolehkah kau bagi aku seperti apa senandungnya, biar aku dapat memodel nada, warna suara, tempo suara dll agar terasa pas di telingamu. Dengan tulus aku meminta Aura, ijinkan aku Aura”.
Membaca jawaban Hisyam Aura bimbang, namun kemudian “Ego Anak” nya berontak dan menyetujui untuk menelpon Hisyam dan menceritakan bagaimana almarhumah Ibunya bersenandung.
“Ya…begitu Hisyam bunyinya, coba kau ulang…persis tapi agak lambat sedikit nadanya…ya Hisyam luar biasa kog bisa persis banget dengan suara ibuku, aku yakin insyaAllah aku bisa tidur lelap mulai nanti malam” suara Aura kegirangan mendengar kiat Hisyam memodel suara yang luar biasa.
“Alhamdulillah Aura, aku bahagia jika aku dapat membantumu” demikian jawab Hisyam.
Sejak itu setiap jam 12 malam Hisyam menelpon atau ditelpon Aura , biasanya sekitar 10 menit dan isinya hanya “Assalammualaikum…udah ngantuk Aura, bobok ya…stststst…stststst…stststst” . Hal ini berlangsung hampir 5 bulan.
Hal ini bagi orang lain mungkin aneh, namun bagi mereka berdua persahabatan mereka benar-benar tulus, ikhlas tanpa pamrih apapun. Anehnya Aura tak pernah menanyakan status Hisyam , meskipun Hisyam tahu persis Aura adalah lajang, karena Aura seorang public figure yang sering diekspos.
Satu hari…2 hari….1 minggu, suara Hisyam tak pernah ia dengar lagi, telpon tak pernah aktif…pesan di facebook tak pernah ia balas. Aura hanya ingat bahwa Hisyam pernah cerita bahwa ia seorang seniman dan aktif di Bengkel Budaya. Setelah semingu berlalu, Aura memberanikan diri pergi ke Bengkel Budaya untuk melacak sosok Hisyam. Kedatangannya ternyata tercium oleh beberapa seniman, wah mereka tentu senang dan merasa terhormat kedatangan seorang wakil rakyat sekapasitas Ibu Aura.
“ Luar biasa…ibu bersedia datang ke Bengkel Budaya tempat mangkal para seniman” begitu sambutan salah seorang seniman.
“Apalagi selama ini ibu lebih banyak aktif menyuarakan perjuangan ibu untuk perempuan dan kesehatan, masalah seni agak kurang ibu suarakan makanya kami surprise dengan kedatangan ibu” sambung mereka.
Aura pun sedikit salah tingkah meskipun akhirnya ia dapat mengendalikan penampilannya. Dari bincang-bincang dengan para seniman, Aura menyimak dengan khidmat. Setelah itu Aura membaca sebuah Chart yang ditempel disitu…wauw itu ada nama Hisyam El Sari. Aura berusaha menenangkan diri dan menanyakan nama-nama di Chart tsb satu persatu
Fardi Muhammad, sang ketua Bengkel Budaya memberi penjelasan …….”Anwar Ibrahim, ini seniman teater pimpinan Sanggar Mercu Suar” .
“kalau Tarmizi Allano, beliau pelukis dan sekarang sedang pameran di Ibu Kota Negara. Dst….
Sampailah ke nama Hisyam El Sari, …”beliau ini penyair dan sudah membukukan beberapa Kumpulan Puisi yang terbit dengan nama samaran “Putroe Nanggroe”. Beliau wafat 7 hari yang lalu setelah menderita penyakit Kanker Otak yang setahun ini menggerogotinya”.
Saat itu nyawa Aura terasa melayang….ia terasa tak sanggup berdiri, hai…itu tak boleh terjadi “Aku seorang wakil rakyat, Aku seorang pejuang, Aku harus Kuat” demikian suara batinnya.
Aura pun menyampaikan kepada Fardi Muhammad sang Ketua Bengkel Budaya. “Bolehkah saya takziah ke rumah Hisyam? “.
Honda Jazz putih itu meluncur menuju rumah Almarhum Hisyam, Aura ditemani Fardi Muhammad, Leni Wardah seorang pelukis, Boy Samudra seorang seniman biola …………berempat mereka menuju rumah almarhum Hisyam El Sari. Tujuh hari wafatnya Hisyam, di rumah itu kini lengang seolah tak ada kejadian apapun sebelumnya. Mereka berempat dipersilakan masuk, dan setelah 5 menit duduk barulah ibunda Hisyam keluar.
“Nak Fardi …Alhamdulillah kalian datang lagi setelah hari pertama kematian Hisyam kalian semua pada seharian repot disini” sapa Ibunda Hisyam.
“ oh iya ibu, ini Leni, Boy…dan ini Ibu Aura seorang wakil rakyat, dokter dan aktivis perempuan” demikian Fardi memperkenalkan rekan-rekannya termasuk memperkenalkan Aura.
“Subhanallah………terima kasih, bahagia kalian mau datang, hati ibu terhibur” jawab Ibunda Hisyam.
“ Nak Fardi………ibu ingin menyerahkan 1 bundel karya Hisyam dan ada 1 lembar karton biru yang dia tulis puisi khusus nampaknya untuk sesorang pujaan hatinya, sebentar ibu ambil ya” Ibunda Hisyam mengungkapkan hal itu terus masuk ke kamar untuk mengambil bundelan dan karton biru yang ia maksud.
“ Ini nak saya serahkan ke Bengkel Budaya sesuai pesan almarhum , dan karton ini ia hanya berpesan untuk diserahkan kepada perempuan yang mempunyai nama seperti di judul puisinya ini, bukalah nak Fardi agar semua jelas…” pinta Ibunda Hisyam.
Dengan sedikit gemetar Fardi membuka gulungan karton biru itu, di bacanya judul puisi itu, ia pun bergumam …’ Aura…???” .
“ Maaf Ibu Aura, apakah anda pernah bertemu Hisyam ?” tanya Fardi pada Aura. Aura pun dengan gagah menjawab “ Sama sekali belum pernah” .
Aura jujur, karena ia memang tak pernah bertemu Hisyam secara langsung, hanya melalui foto. Dan dari foto yang dilihat di dinding rumah Hisyam ternyata foto di face book pun terlalu samar karena hanya berupa foto Hisyam yang diambil dari jauh dan lebih menampakkan pemandangan Desa Sari yang permai.
“ Kebetulan yang luar biasa, nampaknya ibu Aura saja yang berhak menerima puisi ini karena puisi ini berjudul AURA” kata Fardi dan sang Ibu menganggukkan.
“ Bersediakan nak Aura membacakan puisi terakhir Hisyam buat Ibu?” pinta sang ibunda Hisyam .
“ InsyaAllah Ibu, akan saya bacakan buat Ibunda, buat almarhum juga buat kawan-kawan , sekarang ? “ Mereka semua menganggukkan kepala seperti koor saja. Puisi itu:……
AURA
Aura adalah bunga harum senandungkan nyanyian surga yang wangi
Motivasi langkah perempuan negeri ini dalam kisah perjuangan yang panjang
Warnai pelangi cita-cita perempuan kampung yang rindu kebebasan menanam padinya di ladang
Susuri halaman buku para bocah perempuan cilik yang belajar menulis dan membaca
Aduk bumbu masak para ibu yang sajikan menu demokrasi buat anak-anaknya
Aura adalah kerinduan yang segar
Meski ku tahu Aura adalah bagian jiwaku yang selalu lekat sejak pertama kusapa mengisi hari-hari sendiriku digerogoti derita diatas kasur
Meski ku tahu Aura yang gagah juga bocah yang perlu kasih sayang dari ibundanya juga barangkali dariku
Aura bunga harum si nyanyian surgawi
Kepada Aura
Desa Sari – Kota Kita , 9 September 2009
“ Ibu Aura menangis??” tanya Fardi dkk,
“ Iya, saya terharu….semoga almarhum tenang disisi Allah Swt”.
Honda Jazz meluncur pulang………………..Puisi berkarton biru ia bingkai dan pajang di kamarnya. Detik..menit…jam…hari…minggu…tahun..setiap membaca bait-bait puisi tsb maka jiwa Aura terasa makin kuat. Persahabatan abadi…………………………………………………………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar