salam

selamat datang ke blog saya , tulisan-tulisan kecil seputar manusia dalam dunia kerja , pendidikan dan keluarga dapat anda ikuti di blog ini. semoga bermanfaat buat para pembaca

Minggu, 03 Juni 2012

HUMOR = SEHAT ???

(Opini)
Tertawa bagi kita mungkin hal yang biasa, atau bahkan luar biasa. Diantara kita ada yang mudah tertawa, namun ada yang justru yang hanya senang mentertawakan ….atau malah lebih sering ditertawakan. Apapun itu namun bagi seorang pelawak dan  penghibur seperti bung Pulan , humor adalah makanan sehari-hari yang  sangat mudah ia olah dan cetuskan. Bahkan kadang ia muncul sekonyong-konyong tanpa olahan apapun baik di”goreng” maupun di”rebus”. Istilahnya ”mentah” saja meluncur dari mulut bung Pulan bisa membuat pendengar ataupun pemirsa tertawa sakit perut mendengarnya.
Humor  ternyata juga menjadi buah pemikiran serius beberapa kalangan. ” Terus terang saja kadang saya muak mendengar lelucon vulgar yang sama sekali tak menyehatkan” . ” …………..Sepertinya terlalu dipaksakan dan seolah semata cuma untuk mengumpulkan rupiah’. Ada yang mengeluhkan berbagai lawakan yang ia cermati , ia lihat, ia dengar bahkan ia ikuti langsung . ” Aku pernah dengar katanya humor membuat kita sehat mental, tapi entah mengapa aku pengen ketawa tapi gak bisa , tapi aku malah malas melihat sesuatu yang sangat dibuat-buat………….”. Dia melanjutkan lagi dengan kalimat .” Memang benar , ada yang orisinal humornya, lugas dan spontan, yang seperti barangkali yang membuat pikiran kita fresh dan stres pun hilang” . ” Bagaimana sih agar rasa humor kita meningkat, sehingga kita selalu gembira dan tidak suntuk ?” Begitu kalimat yang meluncur dari mulutnya.

Kadang kita memang merasa tak enak mendengar humor ang dikemas dalam sindiran nyinyir terus menerus apalagi ketika kita sedang kelelahan atau ketika kita sedang banyak menghadapi masalah kehidupan. Namun tentu saja kita coba telaah kembali sebenarnya sejauh mana dampak humor ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Humor dapat diartikan sebagai stimulus verbal atau non verbal yang dapat menyebabkan pendengarnya atau pembawanya merasa tergelitik perasaan lucunya sehingga terdorong untuk tertawa (Dananjaya, 2002). Menurut teori humor yang dikemukakan oleh Chapman & McGhee (1980), humor dapat ditilik dalam 3 konteks, yaitu (1) humor sebagai respon, dalam hal ini adanya materi yang dapat menimbulkan respon humor. Respon humor inilah ditengarai dapat meredakan ketegangan atau stress pada diri manusia dan tentu saja dampaknya akan menyehatkan mental kita. (2) Humor sebagai persepsi ketidaksesuaian, dalam konteks ini unsur kejutan pada humor diharap mampu melatih persepsi ketidaksesuaian harapan individu terhadap sesuatu. Melalui manajemen diri yang baik, hal ini mampu melatih individu dalam menghadapi hal-hal yang tidak sesuai dengan harapannya. Atau dengan kata lain akan meningkatkan daya tahan stres individu. (3) Humor sebagai Playful Context, dalam konteks ini humor benar-benar diartikan sebagai canda ria, penyegar dan pemberi warna dalam kehidupan. Tentu saja jika konteks ini muncul, maka dampak positifnya akan membuat kita lebih segar dan gembira. Persoalannya ketika anda menyimak humor , ternyata ada yang anda persepsikan kurang nyaman, menyebalkan dan sejenis perasaan negatif lainnya. Kita ganti channel ??!! Kita ganti dengan CD lain??!! Kita putar ke channel lain ??!! Tentu itu solusi singkat.
Ketika kita kanak-kanak, kita dapat tertawa spontan bahkan menurut hitungan pakar dapat mencapai angka lebih dari 150 kali. Namun ketika kita dewasa angka ini turun terus hingga berkisar antara duapuluhan kali. Sehatkah ??? ya coba kita introspeksi . InsyaAllah humor yang baik akan membuat kita sehat , karena setiap kita tersenyum dan tertawa lepas ada suatu enzym dalam tubuh kita yang berproduksi. Enzym Salivary Imunoglobulin A, yang fungsinya meningkatkan daya tahan tubuh kita. Wah…….semoga menyehatkan , InsyaAllah. Mana tawa kita ??? hahaha… :D

SOPIR TAKSI & WIRAUSAHA

"Tigapuluh ribu kemarin.....hari ini belum tahu lagi , karena sampai jam 8 malam ini untuk setoran aja belum nutup ".begitu kata yang keluar dari mulut bu Teti ketika kutanya berapa penghasilannya per hari. Sopir Taksi perempuan seperti bu Teti sudah mulai banyak di Jakarta, dan kini tak sama lagi seperti beberapa tahun yang lalu dimana sopir Taksi perempuan selalu jadi pusat perhatian. Bu Teti adalah salah satu dari sekian banyak sopir taksi di Jakarta. Bu Teti dari Cilacap dan sudah 2 tahun mencoba peruntungan di Jakarta. Suaminya telah almarhum . Hidup di Jakarta dengan 2 orang putri (usia 17 dan 15 tahun) tentu saja amat susah jika hanya mengandalkan penghasilan dari seorang sopir taksi sepertinya. "Makanya bu, 2 putri saya sekarang juga kerja jahit kancing baju di tempat penjahit, lumayan bu sehari dapet dupuluh ribu" begitu katanya dengan semangat menuturkan kehidupan kedua putrinya.Kedua putrinya tak lagi melanjutkan studi karena keadaan ekonomi yang tak memungkinkan. Di Jakarta orang seperti bu Teti tak sendiri..berpuluh...beratus...bahkan beribu Teti yang lain bahkan banyak lagi yang nasibnya lebih apes dibanding Teti.
Setiap kali pemilu, wong cilik seperti Teti selalu jadi komoditi empuk kampanye....."Pilihlah aku, aku calon bupati...aku calon walikota....aku calon gubernur...aku calon presiden....aku calon wakil rakyat yang akan memperjuangkan nasib kalian" demikian kata-kata klise yang keluar dari para kandidat . Namun kata-kata tersebut pada akhirnya hanya janji-janji yang entah kapan realisasinya. "Barangkali terlalu banyak agenda besar yang tak pernah selesai ya bu, sehingga wong cilik seperti kami ini bagaikan layang-layang putus" , begitu bu Teti melanjutkan. Yah....orang seperti bu Teti tentu hanya bisa mengelus dada menyaksikan betapa banyaknya ketidakadilan di negeri ini. " ya bu........saya ngerti memang enak kita berwirausaha , namun sejak dulu saya gak terbiasa bu...takut gagal". Bu teti mengekspresikan kekhawatirannya untuk berwirausaha. Bu Teti, meski hanya tamat SMP ternyata cerdas terbukti ia bisa bilang begini "mestinya bu, pemerintah mendidik rakyatnya sejak dini agar punya mental berwirausaha....ya kan bu?" kata bu teti minta persetujuan.
Wirausaha sukses memang tak mungkin dibentuk secara sim salabim, lihat saja bagaimana kiat saudara kita Tionghoa menyiapkan kader bisnisnya. Sejak dini mereka cermat menyimak bakat dan minat anak-anaknya. Jika bakat dan minatnya ke bidang ilmu, tak segan mereka sekolahkan terus hingga ke tingkat pendidikan yang tinggi. Namun jika memang bakat dan minatnya di bisnis praktis, maka sejak dini mereka memang telah dilatih dan dibiasakan untuk berbisnis. Sikap mental yang luwes, suka bekerja keras,mandiri, percaya diri, suka tantangan, pantang menyarah, optimis, peka terhadap peluang baru,memiliki kecerdasan terhadap uang dan waktu (bukan diperbudak), kreatif dan masih banyak lagi sikap mental bisnis yang perlu dipupuk sejak dini.
Jika di tingkat Perguruan Tinggi ada mata kuliah Kewirausahaan, mengapa tidak ? jika di tingkat pendidikan yang lebih dini juga diberikan pendidikan semacam itu. Saya buka-buka artikel di sebuah
koran yang auw.....ini toh ternyata : "Pengusaha Ciputra mengatakan, akar musabab kemiskinan di Indonesia bukan semata akibat akses pendidikan, karena hal itu hanya sebagian, melainkan karena negara tidak menumbuhkembangkan entrepreneurship dan jiwa entrepreneur dengan baik pada masyarakatnya (Kompas, 2009). Dalam artikel yang sama, pengusaha di Indonesia hanyalah berjumlah 0,18 persen dari jumlah penduduknya. Bandingkan dengan AS 11,5 persen dan Singapura 7,2 persen (data tahun 2007). Untuk menjadi sebuah negara yang lebhi baik, ilmuwan AS mengatakan sebuah negara harus memiliki setidaknya 2 persen pengusaha dalam negaranya."
Pak Mendiknas....boleh usul bagaimana jika sejak TK anak-anak kita sudah diajari berdagang (saya jadi ingat waktu kecil disuruh bungkusin tembakau di plastik oleh ibu....per ons; mbakyu saya yang nimbang dan saya yang waktu itu masih TK dapat bagian menutup plastik dengan cara membakarnya dengan lilin.....Terima kasih ibunda). Memang jika kita tilik TK-TK bergengsi memiliki kegiatan seperti ini dengan topik bazar, market day dll dimana anak-anak berjualan dan memang mendapat uang dari hasil jerih payahnya. Namun hal ini dilakukan di sekolah tertentu dan untuk kalangan tertentu (baca : middle up). Bagaimana dengan di kampung, desa, udik, plosok yang justru amat butuh dengan hal seperti ini. Apalagi departemen pendidikan nasional adalah salah satu departemen berbujet sangat besar (20 persen dari total APBN), apa ada kemungkinan pak menteri negeri ini kelak memiliki generasi bermental wirausaha yang siap mendobrak kemiskinan?.....semoga (amin)

Jumat, 01 Juni 2012

NISSA



Catatan Harian


 
Masih saja cantik, tegas dan berani…………. itulah Nisa sobatku. Setelah lebih  30 tahun tak jumpa, perjumpaan dengan Nisa kali ini adalah suatu kebetulan yang patut  disyukuri. Yang paling tak bisa kulupakan adalah  bahwa Nisa  adalah “guruku”.
……………………………………………………………………………………………….
“Nung, coba baca ini Alif, ba, ta, tsa……… dst”  Kata Nisa yang waktu baru naik kelas 4 SD
” ya  bagus, jika pakai fatha….itu yang coret diatas , bunyinya jadi A, dan jika pakai dhomah….. itu yang seperti bulu ayam diatas maka bunyinya jadi  U……………… jika pakai kasrah maka bunyinya  I  ” Lanjut Nisa
Nungki kecil yang baru naik kelas  3 tertatih-tatih menulis di buku yang terpaksa harus dihapus pakai setip berkali-kali karena salah.
“Coba nung…. aku pegang tanganmu. cara nulisnya seperti ini dari kanan ke kiri”
Nungki  kecil berkeringat dingin, tertatih-tatih menulis  namun terus mencoba dan mencoba.
” Nis, ulangan  Imla’ ku (dikte bahasa Arab) dapat nol, aku malu nis. Masa’…. matematika, bahasa dll semua 100 tapi bahasa arab nol” curhat Nungki  pada Nisa
” Kamu bisa, kamu akan dapat nilai 100 juga” Nisa berusaha meyakinkan.
Nungki pindah dari SD Negeri yang sama sekali tidak menngajarkan bahasa Arab ke SD Islam yang hampir 50 % pelajarannya berbahasa Arab. Imla’ , Muthola’ah, Nahwu, Insya’ , Tauhid, Fiqih, Khod, Tajwid dan masih banyak lagi pelajaran yang penyampaiannya menggunakan bahasa Arab. Nungki pindah dari Kota Kami ke Kota Kita karena tinggal bersama Tantenya. Tante yang hidup hanya berdua dengan suaminya sangat senang dengan kehadiran Nungki, namun Tante Esti bukanlah Ibu Ari (IBu kandung Nungki). Tante Esti adalah seorang perempun muslimah sejati, ia ibu rumah tangga yang 24 jam ia abdikan untuk keluarganya. Kehadiran Nungki ibarat setetes embun di tengah padang pasir bagi sosok Tante Esti yang sangat merindukan sosok anak. Apalagi anak perempuan seperti Nungki yang lucu, pintar dan penurut.
“Nisa, kamu ajarin Nungki ya sampai bisa.Tante gak mau disalahkan sama om karena Nungki gak bisa mengikuti pelajaran. Ingat lho, Nungki itu di Sekolahnya yang lama juara kelas” tegas Tante Esti pada Nisa  anak tetangga sebelah rumahnya.
Ulangan bahasa Arab yang kedua masih mendapat Nol, namun ulangan ke-3 , 4, 5  Nungki ternyata meraih nilai 100.
“Nungki……… pelajaran bahasa Arabnya cukup ya, sekarang kalau aku kesini main saja. Karena kamu sekarang sudah pinter, bahkan pelaaran bahasa arab yang aku berikan itu  sudah aku tambah porsinya untuk anak kelas 5 dan kamu bisa juga” Nisa bangga pada “murid”nya
selanjutnya Nisa dan Nungki bersahabat, meskipun usia mereka beda 2 tahun tapi mereka layaknya saudara kandung saja.
………………………………………………………………………………………………………
“Nung…………..aku sudah masuk 50 tahun lho” ungkap Nisa
“tapi kamu sama sekali gak  mirip perempuan 50 tahun, kamu masih pantas dikatakan 35 tahun” sahut Nungki
mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Nisa yang tampil dengan pakaian seksi, rambut di cat kemerahan dan pakaian bak peragawati……… sementara Nungki dengan jilbab, rok panjang dan make up tipis sekilas memang kontras.
Namun perbedaan penampilan mereka ternyata bukanlah persoalan. Mereka berdua masih nyambung jika berbicara, tak hanya bicara nostalgia masa kecil  dan masa remaja mereka  namun juga pembicaraan tentang kehidupan mereka kini.
Teman memang banyak, namun sahabat tempat berbagi suka dan duka ternyata amat langka.
“Aku lega Nung, bisa tumpahkan segala uneg-uneg dan episode sulit kehidupanku padamu. Selama ini aku hanya berbagi serpihan kecil kehidupanku pada teman-teman dekatku, tapi denganmu aku tumpahkan segala dukaku. Terima kasih Nung, Allah swt telah mempertemukan kita kembali” Ungkap Nisa
” Nisa, aku juga. aku merasa lega telah  berbagi sisi sulit kehidupanku yang selama ini hanya kusangga sendiri”  sahut Nungki
…………………………………………………………………………………………………………………………
“Aku besok mengantarmu ya ke Bandara” ungkap Nisa di telpon
.Dengan langkah kecil Nungki tinggalkan kota itu, setelah hampir 22 hari ia disitu. Sahabat sejati ternyata masih ada , meski dulu Nungki sering meragukan keberadaannya. Selamat tinggal Nisa, semoga Allah swt mempertemukan kita kembali

(bagian episode hidupku, nama-nama kusamarkan)

Namaku Nek Mah


Fiksi (Cerpen)

Namaku Nikmah…………….begitu genit kau sebutkan namamu ketika memperkenalkan dirimu di orientasi kampus. Nikmah memiliki arti yang luar biasa, nikmah berarti nikmat, anugerah, karunia, rezeki dan masih banyak lagi. Barangkali orang tuamu memberikan nama buatmu terkandung suatu filosofi yang dalam, bahwa kamu adalah anugerah buat keluargamu. Memang benar-benar anugerah, kamu adalah anak perempuan satu-satunya dalam keluarga yang 11 bersaudara. Anak bungsu yang lahir ketika ibumu telah mulai senja usianya. Usia 49 tahun melahirkan adalah kejadian yang sangat langka bagi perempuan. Namun saat itu ibumu yang mulai berkerut-kerut wajahnya dengan gagah dan bangga tetap menerima kehadiranmu. Itu semua tak lain tak bukan karena rindu tangis bayi perempuan yang teramat sangat mahal dalam keluargamu.
Nikmah……… begitu nama yang pertama kali muncul dari mulut Pak haji Ahmad, ayahandamu ketika bu bidan menanyakan siapa nama jabang bayi itu guna pengurusan akte kelahiran. Maklum saja untuk urusan akte bagi Pak Haji dan Bu Haji Ahmad, meskipun orang terpandang dan berharta di desa namun mereka berdua kurang paham dengan urusan surat menyurat, sehingga ketika bu bidan Arni menawarkan untuk mengurus akte jelas langsung disahuti dengan gembira. Nikmah kecil lahir 4 kilogram pas dengan panjang badan 52 cm…….. “bu hajjah ahmad, subhanallah bayi ibu cantik, sehat dan panjang badannya, biasa bayi lain maksimal 50 cm apalagi bayi perempuan”, begitu bu bidan surprise mengekspresikan ketakjubannya melihat Nikmah bayi saat itu.
Usia setahun, dua tahun hingga remaja dilaluinya dengan lurus-lurus saja. Sekolah, mengaji, les adalah kegiatan yang dilalui Nikmah dari hari ke hari. Hingga kahirnya di  usia duapuluh dua tahun ….Nikmah wisuda di Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas  Bahagia. Predikat Cum laude disandangnya  dan pada hari yang sama Nikmah menerima lamaran  Abdullah, teman kuliah yang sejak dua tahun terakhir menjadi kekasih hatinya.
“Aku terima lamaranmu Bang Dodi (panggilan Abdullah), tapi abang janji ya setia padaku tanpa kompromi” demikian pernyataan dan penegasan Nikmah ketika Abdullah menyampaikan niat untuk melamarnya .
Bahkan ia langsung meminta waktu pada pak Haji dan bu hajjah Ahmad agar kamis depan Abu dan Umi dari Abdullah  akan terbang ke Medan untuk melamar Nikmah.  Abu dan Umi abdullah  adalah ureung Aceh  yang menetap di Meulaboh. Abu merupakan tokoh masyarakat , mempunyai bisnis di bidang perkebunan  dan transportasi  yang sangat maju. Abdullah adalah anak semata wayang mereka. Sejak awal Umi meminta Abdullah untuk menikah dengan gadis  se Gampong dengannya. Tapi apa boleh buat, hati Abdullah sudah terlanjur tertaut pada gadis yang bernama Nikmah. Nikmah  lahir dari ayah yang bersuku Padang-Batak   dan ibundanya  Sunda-Belanda. Subhanallah…….. darah gado-gado 4 suku bangsa menyatu dalam diri Nikmah dan menjelma menjadi sosok gadis ayu, berkulit bersih dan cerdas. “Nikmah….InsyaAllah kalau kita nikah nanti, anak kita pasti cantik dan ganteng” goda Abdullah. Biasanya jika dikatakan seperti itu  Nikmah hanya senyum-senyum saja. Ia memang gadis biasa yang luar biasa, pendekatan selama 2 tahun dengan Abdullah tak lebih persahabatan plus saja. Mereka tak pernah pergi berduaan, namun di hati mereka telah ada suatu komitmen bahwa kelak jika lulus maka Abdullah alias Doddy dan Nikmah akan mewujudkan cita-citanya untuk hidup berdua sebagai pasangan suami istri. Di Kampus pun Nikmah juga mengikuti organisasi sekedar untuk pergaulan saja, ia tak pernah mau dijadikan ketua. Ada saja alasan yang ia kemukakan jika ia ditunjuk sebagai ketua.
Nikmah dan Doddy menikah, mereka menikah akhirnya, iya mereka menikah……..demikian kata-kata yang meluncur dari teman-teman kampusnya ketika mereka menikah. Benar, sebulan sesudah mereka wisuda S1 , Nikmah dan Abdullah melangsungkan pernikahan . Abdullah sejak awal memang sudah dipersiapkan untuk melanjutkan bisnis ayahandanya, sehingga setelah wisuda S1 dan mereka menikah , Abdullah  diminta  ayahandanya melanjutkan untuk mengambil S2 manajemen agar lebih matang dalam mengendalikan bisnis, begitu alasan ayahnya yang sangat masuk akal bagi seorang Abdullah yang memang gemar juga belajar.  Otak yang cemerlang membuat Abdullah hanya memerlukan waktu 18 bulan untuk menyelesaikan studi  dan mereka berdua pun pulang ke Meulaboh. Setahun Nikmah hamil, melahirkan dan anaknya mati. Tahun kedua ia sangat berharap akan hamil lagi kesampaian dan  lahirlah si jabang bayi yang gagah perkasa. Bayinya hanya bertahan dua bulan dan mati. Nikmah shock, jiwanya mulai guncang……………
”Tabah istriku, demikian kata Abdullah menghibur Nikmah , istri yang amat dicintainya. Tahun ketiga, tahun keempat, tahun kelima…………………….. Nikmah selalu saja hamil dan diakhiri dengan kematian bayinya.
”Doddy, istrimu mungkin ada penyakit sehingga selalu saja mati anak-anaknya” begitu nada suara Umi mulai meninggi.
” Tapi Umi, dokter bilang Nikmah sehat walafiat….” sanggah Abdullah.
Nikmah tak pernah menggendong kucing, sehingga akan sulit sekali  dan mustahil jika kemudian ada diagnosa toxoplasmosis. Nikmah juga selalu makan makanan yang halalan thayiban, sehingga akan sulit jika ditegakkan diagnosis bahwa Nikmah mengalami keracunan kehamilan.
”Dik…aku menyintaimu apa adanya”  kata Abdullah.
”Tapi bang, aku tak mampu memberimu anak” jawab Nikmah.
”Sstttttt………….. 5 anak kita sudah pulang ke syurga dan akan menjemput kita untuk menemani mereka disana” hibur Abdullah untuk menenangkan istrinya
Biasanya jika dijawab demikian Nikmah akan tersenyum dan lelap dalam pelukan suaminya hingga pagi tiba.
”Bang , aku mau mengajar di Dayah ya bang? ” pinta Nikmah pada suaminya
”Sayang kan bang, ilmuku gak kepakai padahal aku bisa mengajar ekonomi, bahasa Inggris dan beberapa ketrampilan yang aku kuasai seperti menyulam dan membuat kue” tegas Nikmah lagi
”Apa uang dariku gak cukup dindaku sayang?” tanya Abdullah
”Alhamdulillah lebih dari cukup bang, hanya aku merasa hampa apalagi sejak kehilangan 5 anak kita” tegas Nikmah
Akhirnya permintaan Nikmah dikabulkan dan sejak saat itu ia resmi menjadi tenaga pengajar lepas di  dayah  Al Huda  yang letaknya hanya 500 meter dari rumahnya.
”Doddy, kawin lagi saja nak. Umi akan carikan kamu gadis yang sehat dan sekufu dengan kita”  bujuk sang umi pada Abdullah
”Maafkan Doddy umi….., anakmu ini terlanjur jatuh cinta dengan bidadari yang bernama Nikmah” jawab Doddy
Umi kecewa namun tak kuasa memaksa anak laki-laki semata wayangnya untuk menikah lagi. Abu dan Umi memang sangat demokratis dan penuh cinta pada putranya.
Tahun demi tahun berganti…………….Abdullah meninggal dunia di usianya yang 60 tahun. Saat itu Nikmah  yang di dayah biasa dipanggil ustadhah Nikmah telah berubah panggilan menjadi Nek Mah.
Nek Mah yang hidup sebatang kara telah mewakafkan seluruh harta peninggalan suami yang menjadi bagiannya untuk dayah.
”Tengku,  saya serahkan harta peninggalan suami untuk kemakmuran para santri di Dayah ini.  Kebun, deposito, bus, uang tunai, emas” kata Nikmah dihadapan pimpinan dayah, seluruh staf dayah dihadapan Notaris.
” Nyan hanjeut Nek Mah, harus na ke droen. Jangan semua  diserahkan ke dayah itu tidak boleh” lanjut Tengku Syama’un pemimpin Dayah Al Huda .
” Saya mau membangun rumah kecil yang jika tengku ijinkan akan saya bagun di komplek Dayah, sedikit uang untuk hari tua saya serta menggaji suster yang akan merawat saya”  tegas Nek Mah.  Para yang hadir pun akhirnya hanya bisa mengangguk.
Nek Mah duduk di kursi sambil melukis……………………………………………………….
Para santri takjub melihat lukisan Nek Mah
”Nek Mah….sejak kapan belajar meukis?” Tanya para santri kepadanya
”Wallahu a’lam, sejak seminggu lalu nenek bangun tidur, shalat tahajjud dan subuh, tiba-tiba nenek kepingin sekali beli kanvas dan cat minyak lalu nenek minta suster Siti untuk membelinya di toko” kata Nek Mah
Lukisan Nek Mah indah
Lukisan jiwa
Lukisan hati
Lukisan yang bening dan menyentuh nurani
Ustadh dan ustadhah pun lalu menyetujui ketika para santri ada yang ingin belajar melukis. Lukisan Nikmah dikoleksi para santri dan dipajang di galery Dayah Al Huda, wah …dayah Al Huda kini punya galery lukisan.
Nek Mah duduk di kursi goyangnya sambil berzikir menyebut nama Nya
Subhanallah……
Alhamdulillah…..
Allahu Akbar
Nek Mah lunglai….tersenyum bahagia…………Izrail telah menjemputnya
Semoga Husnul Khatimah
(Cerpen ini kupersembahkan  buat Ibunda  Hj. Sudarti,  Almarhumah ibunda Asiyah binti Ghazi Muhammad, Almarhumah ibunda Rukiyah,  Ibunda Zainab , Almarhumah Ibu Sumirah ;  mereka berlima adalah bidadari dalam hidupku)

PEREMPUAN ITU BERNAMA AURA

Fiksi (Cerpen)


Sosok sahabat bagi Aura adalah sosok yang amat mahal harganya. Bagaimana tidak ? berpuluh, beratus bahkan beribu teman yang selama ini silih berganti dalam kehidupan Aura memang benar-benar hanya sebatas teman. Apalagi di puncak karirnya sebagai seorang Politikus yang mewakili Partai kecil namun amat bergengsi (khususnya buat kaum Perempuan) dan kini menempatkan dirinya si tempat yang terhormat yaitu di gedung DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten). Aura, perempuan cantik, berusia jelang 40 tahun namun memilih hidup melajang, semakin membuat khalayak gemas dan geram…………..”Apa yang kau cari ibu Aura?” begitu judul ulasan di Tabloid Melati tentang dirinya, ketika ia diumumkan sebagai salah satu wakil rakyat yang mendapat suara sangat signifikan. Selain itu Aura juga sosok yang sangat dikenal, karena sebelumnya ia adalah seorang dokter yang telah lama mengabdi dan tetap memilih menjadi dokter Puskesmas, meskipun segudang peluang karir ada di depan mata. Aura akhirnya memilih mundur sebagai PNS dan berkiprah di politik melalui Partai Suara Perempuan (PSP) .
Hidup melajang hanya berdua dengan ibu kandungnya (ibu Maryam yang kini usianya 60-an tahun) menghadirkan sebuah warna tersendiri.
“………Aura, bangun sayang sudah jelang subuh” begitu Bu Maryam membangunkannya dengan bahasa, kata dan tekanan suara yang sama , sejak Aura kecil hingga kini di usianya yang jelang 40 tahun pada tanggal 22 Desember yang akan datang. Biasanya jika Aura belum juga bangun, maka sang ibu akan mendendangkan lagu yang khusus diciptakan buat Aura kecil waktu itu………
”matahari hampir bersinar, anak-anak harus bangun….mandi pagi biar segar….jangan suka melamun…dst”. Kini , jika lagu itu terpaksa didendangkan lagi oleh sang ibu, karena Aura kelelahan dan agak lama bangun dari tempat tidurnya, maka Aura akan mengatakan “…..Ibu, ingat banget lagu aura kecil dulu”. Dan jika kata-kata itu meluncur dari mulut Aura, maka ending-nya dapat dipastikan adalah kedua anak beranak itu berpelukan dan sang ibu mengesun pipi Aura kiri kanan. Wauw…luar biasa bahagia, inilah yang membuat Aura tak terpikir tentang calon suami barangkali.
Sang Ibu, bagi aura adalah sosok yang paripurna. Ia tak hanya Ibu, namun juga Ayah karena ayah Aura pergi meninggalkan mereka ketika usia aura masih amat kecil . Sang ayah pergi tak ketahuan rimbanya, sebagai anggota DI/TII sang ayah keluar masuk hutan untuk berjuang. Sebuah perjuangan yang sangat absurd dan tak dimengerti sama sekali oleh Aura kecil. Ia hanya tahu dari sang ibu bahwa ayah adalah pejuang dan aura harus bangga terhadapnya. Ia Cuma dapat melihat sosok tampan wajah ayahnya pada foto-foto yang disimpan rapi oleh ibundanya.
”….Aura, kau harus bisa jadi pejuang seperti ayahmu” begitu berkali-kali ibunya mengatakan.
Kata-kata itu bagi Aura seperti sebuah proses internalisasi sebuah nilai, way of life dan entah apa namanya. Jelasnya di pikiran, di hati dan di realisasi perilaku Aura baik sadar atau tidak amat diwarnai oleh warna perjuangan. Hal ini pula yang membuatnya memutuskan untuk studi di Fakultas Kedokteran.
”…..Aura, Apa yang membuatmu ingin jadi dokter?” pertanyaan seniornya ketika Ospek waktu itu. Jawaban Aura mencengangkan telinga yang mendengar karena sungguh beda dengan orang kebanyakan
”…….Saya mau berjuang untuk membuat masyarakat lebih sehat, dan berjuang agar setiap orang dapat memperoleh hak-nya untuk sehat ”. Jawaban ini membuat para seniornya heboh .
”………Kim, ini cewek cantik calon dokter kita, bukan Cuma calon dokter tapi dia ini diam-diam juga berbakat jadi pejuang HAM”. Begitu celoteh mereka kepada Hakim, ketua Senat mahasiswa Fakultas kedokteran yang akhirnya giat mengejar cinta Aura, meski akhirnya gigit jari karena Aura amat menikmati kesendiriannya.
”Assalamualaikum ibu Aura, nama saya Hisyam…saya rakyat Kota Kita juga ingin memberikan beberapa input pada ibu selaku wakil rakyat, bolehkah ?” begitu bunyi pesan di account facebook Aura.
Dari seseorang yang mengaku bernama Hisyam dan meng-add dirinya sebagai teman serta mengirim pesan khusus. Semula Aura menganggap laki-laki ini sekedar orang iseng yang usil, namun beberapa pesan beruntun dengan nada yang sama membuat ketidakpedulian Aura luluh dan ia mengkonfirm laki-laki sebagai temannya di dunia maya. Hisyam El Sari ………..nama yang cukup keren (barangkali pemuda ini dari Desa Sari, nama desa di pojok Kota Kita yang dikenal subur dan adem ). Chating, saling berkirim pesan bahkan berdiskusi seru tentang banyak hal kehidupan sosial dan politik, membuat Aura merasakan Hisyam sebagai sosok ”sahabat” yang dicarinya selama ini. Hisyam tak sama dengan laki-laki lain yang dikenalnya, yang biasanya manis di awal namun kemudian mulai menjalankan perannya secara dominan, cenderung otoriter, mendikte dan terlalu possesif. Itu kesan Aura selama ini tentang laki-laki, sehingga ia semacam menderita ”commitment phobia” akhirnya. Hisyam sama sekali belum pernah minta Aura untuk ketemu secara langsung, Hisyam begitu sabar menjalani persahabatannya dengan Aura tanpa pamrih …begitulah kalau boleh dikatakan.
Hubungan ini meningkat setelah mereka berdua saling tukar nomor hp, ”…..Ibu Aura..bolehkah sesekali saya sms atau telpon Ibu”, begitu pertanyaan Hisyam di chating setelah mereka bertikar nomor Hp. ”…..silakan, namun jika mau telpon sebaiknya sms dulu takutnya saya lagi sibuk” jawab Aura.
Hal yang membuat Aura tersiksa adalah ketika ia harus dinas ke luar kota, biasanya ia usahakan pergi bersama ibunya. Hal itu karena ada kebiasaan kecilnya yang tak dapat dihilangkannya meskipun ia telah dewasa. Setiap jelang tidur, sang ibu senantiasa mengelus rambutnya dan bersenandung ……….sstsstsstssst…ststst….ststst…..begitu senandung desis dari mulut sang ibu sambil mengelus rambutnya. Pada saat ia jadi dokter Puskesmas, perjalanan dinas tak terlalu banyak.
Ia biasa mengatasinya dengan menelpon sang ibu menjelang tidur…”Ibu, aku mau bobok” maka sang Ibu pun akan menyenandungkan suara yang sama sejak aura kecil dulu. Nada, warna, tempo suara tak berubah meski usia ibundanya kini telah 60-an lebih.
”Ibu Aura, ada telpon penting dari rumah” begitu pegawai sekretariat DPRK menyampaikan meskipun saat itu ia tengah sidang dan pesan itu disampaikan via secarik kertas.
HP Aura ia silent, dan ketika membaca pesan itu baru ia melihat Hpnya….Miscall 5 kali (dari nomor telpon rumah). Ia pun ijin pada pimpinan sidang untuk keluar. ”…Ibumu sakit keras Aura, cepat pulang ya…ini tante dan sudara-saudara semua udah ngumpul disini” begitu suara Tante Marta ketika ia menelpon rumah. Tancap gas dengan Honda Jazz putihnya yang mulus, Aura meluncur menuju rumahnya.
“Yasiin…wal qur’anil hakim…dst”, suara lantunan ayat-ayat Illahi yang nyaring ia dengar begitu ia memasuki rumahnya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, ibu Maryam, ibunda tercinta dokter Aura telah pergi meinggalkan dunia fana menuju kehidupan kekal di pangkuan Illahi Rabbi.
Aura tak sanggup lagi mengeluarkan air mata, “Ibu….Aura ikhlas Ibu, pergilah dengan damai, cinta Aura pada Ibu senantiasa hidup,,,Aura akan berjuang Ibu seperti pesan Ibu dan Ayah”.
“Hisyam..maafkan aku, aku sebenarnya malu untuk mengakui kebiasaan infantilku , aku selalu dininabobokan ibuku jika aku menjelang tidur, bagiku kehilangan Ibu bukan cuma kehilangan seorang Ibu, namun juga kehilangan seorang sahabat yang aku cintai dan menyintaiku setulus hati” . Tulis Aura di pesan facebook untuk Hisyam.
Dalam hitungan jam, Hisyam pun menjawab “ Aura, maafkan aku yang lancang, meski kita belum pernah bertemu, ijinkan aku menjadi sahabatmu seutuhnya ..aku bersedia meninabobokanmu dengan senandung seperti yang dilantunkan ibumu, bolehkah kau bagi aku seperti apa senandungnya, biar aku dapat memodel nada, warna suara, tempo suara dll agar terasa pas di telingamu. Dengan tulus aku meminta Aura, ijinkan aku Aura”.
Membaca jawaban Hisyam Aura bimbang, namun kemudian “Ego Anak” nya berontak dan menyetujui untuk menelpon Hisyam dan menceritakan bagaimana almarhumah Ibunya bersenandung.
“Ya…begitu Hisyam bunyinya, coba kau ulang…persis tapi agak lambat sedikit nadanya…ya Hisyam luar biasa kog bisa persis banget dengan suara ibuku, aku yakin insyaAllah aku bisa tidur lelap mulai nanti malam” suara Aura kegirangan mendengar kiat Hisyam memodel suara yang luar biasa.
“Alhamdulillah Aura, aku bahagia jika aku dapat membantumu” demikian jawab Hisyam.
Sejak itu setiap jam 12 malam Hisyam menelpon atau ditelpon Aura , biasanya sekitar 10 menit dan isinya hanya “Assalammualaikum…udah ngantuk Aura, bobok ya…stststst…stststst…stststst” . Hal ini berlangsung hampir 5 bulan.
Hal ini bagi orang lain mungkin aneh, namun bagi mereka berdua persahabatan mereka benar-benar tulus, ikhlas tanpa pamrih apapun. Anehnya Aura tak pernah menanyakan status Hisyam , meskipun Hisyam tahu persis Aura adalah lajang, karena Aura seorang public figure yang sering diekspos.
Satu hari…2 hari….1 minggu, suara Hisyam tak pernah ia dengar lagi, telpon tak pernah aktif…pesan di facebook tak pernah ia balas. Aura hanya ingat bahwa Hisyam pernah cerita bahwa ia seorang seniman dan aktif di Bengkel Budaya. Setelah semingu berlalu, Aura memberanikan diri pergi ke Bengkel Budaya untuk melacak sosok Hisyam. Kedatangannya ternyata tercium oleh beberapa seniman, wah mereka tentu senang dan merasa terhormat kedatangan seorang wakil rakyat sekapasitas Ibu Aura.
“ Luar biasa…ibu bersedia datang ke Bengkel Budaya tempat mangkal para seniman” begitu sambutan salah seorang seniman.
“Apalagi selama ini ibu lebih banyak aktif menyuarakan perjuangan ibu untuk perempuan dan kesehatan, masalah seni agak kurang ibu suarakan makanya kami surprise dengan kedatangan ibu” sambung mereka.
Aura pun sedikit salah tingkah meskipun akhirnya ia dapat mengendalikan penampilannya. Dari bincang-bincang dengan para seniman, Aura menyimak dengan khidmat. Setelah itu Aura membaca sebuah Chart yang ditempel disitu…wauw itu ada nama Hisyam El Sari. Aura berusaha menenangkan diri dan menanyakan nama-nama di Chart tsb satu persatu
Fardi Muhammad, sang ketua Bengkel Budaya memberi penjelasan …….”Anwar Ibrahim, ini seniman teater pimpinan Sanggar Mercu Suar” .
“kalau Tarmizi Allano, beliau pelukis dan sekarang sedang pameran di Ibu Kota Negara. Dst….
Sampailah ke nama Hisyam El Sari, …”beliau ini penyair dan sudah membukukan beberapa Kumpulan Puisi yang terbit dengan nama samaran “Putroe Nanggroe”. Beliau wafat 7 hari yang lalu setelah menderita penyakit Kanker Otak yang setahun ini menggerogotinya”.
Saat itu nyawa Aura terasa melayang….ia terasa tak sanggup berdiri, hai…itu tak boleh terjadi “Aku seorang wakil rakyat, Aku seorang pejuang, Aku harus Kuat” demikian suara batinnya.
Aura pun menyampaikan kepada Fardi Muhammad sang Ketua Bengkel Budaya. “Bolehkah saya takziah ke rumah Hisyam? “.
Honda Jazz putih itu meluncur menuju rumah Almarhum Hisyam, Aura ditemani Fardi Muhammad, Leni Wardah seorang pelukis, Boy Samudra seorang seniman biola …………berempat mereka menuju rumah almarhum Hisyam El Sari. Tujuh hari wafatnya Hisyam, di rumah itu kini lengang seolah tak ada kejadian apapun sebelumnya. Mereka berempat dipersilakan masuk, dan setelah 5 menit duduk barulah ibunda Hisyam keluar.
“Nak Fardi …Alhamdulillah kalian datang lagi setelah hari pertama kematian Hisyam kalian semua pada seharian repot disini” sapa Ibunda Hisyam.
“ oh iya ibu, ini Leni, Boy…dan ini Ibu Aura seorang wakil rakyat, dokter dan aktivis perempuan” demikian Fardi memperkenalkan rekan-rekannya termasuk memperkenalkan Aura.
“Subhanallah………terima kasih, bahagia kalian mau datang, hati ibu terhibur” jawab Ibunda Hisyam.
“ Nak Fardi………ibu ingin menyerahkan 1 bundel karya Hisyam dan ada 1 lembar karton biru yang dia tulis puisi khusus nampaknya untuk sesorang pujaan hatinya, sebentar ibu ambil ya” Ibunda Hisyam mengungkapkan hal itu terus masuk ke kamar untuk mengambil bundelan dan karton biru yang ia maksud.
“ Ini nak saya serahkan ke Bengkel Budaya sesuai pesan almarhum , dan karton ini ia hanya berpesan untuk diserahkan kepada perempuan yang mempunyai nama seperti di judul puisinya ini, bukalah nak Fardi agar semua jelas…” pinta Ibunda Hisyam.
Dengan sedikit gemetar Fardi membuka gulungan karton biru itu, di bacanya judul puisi itu, ia pun bergumam …’ Aura…???” .
“ Maaf Ibu Aura, apakah anda pernah bertemu Hisyam ?” tanya Fardi pada Aura. Aura pun dengan gagah menjawab “ Sama sekali belum pernah” .
Aura jujur, karena ia memang tak pernah bertemu Hisyam secara langsung, hanya melalui foto. Dan dari foto yang dilihat di dinding rumah Hisyam ternyata foto di face book pun terlalu samar karena hanya berupa foto Hisyam yang diambil dari jauh dan lebih menampakkan pemandangan Desa Sari yang permai.
“ Kebetulan yang luar biasa, nampaknya ibu Aura saja yang berhak menerima puisi ini karena puisi ini berjudul AURA” kata Fardi dan sang Ibu menganggukkan.
“ Bersediakan nak Aura membacakan puisi terakhir Hisyam buat Ibu?” pinta sang ibunda Hisyam .
“ InsyaAllah Ibu, akan saya bacakan buat Ibunda, buat almarhum juga buat kawan-kawan , sekarang ? “ Mereka semua menganggukkan kepala seperti koor saja. Puisi itu:……
AURA
Aura adalah bunga harum senandungkan nyanyian surga yang wangi
Motivasi langkah perempuan negeri ini dalam kisah perjuangan yang panjang
Warnai pelangi cita-cita perempuan kampung yang rindu kebebasan menanam padinya di ladang
Susuri halaman buku para bocah perempuan cilik yang belajar menulis dan membaca
Aduk bumbu masak para ibu yang sajikan menu demokrasi buat anak-anaknya
Aura adalah kerinduan yang segar
Meski ku tahu Aura adalah bagian jiwaku yang selalu lekat sejak pertama kusapa mengisi hari-hari sendiriku digerogoti derita diatas kasur
Meski ku tahu Aura yang gagah juga bocah yang perlu kasih sayang dari ibundanya juga barangkali dariku
Aura bunga harum si nyanyian surgawi
Kepada Aura
Desa Sari – Kota Kita , 9 September 2009
“ Ibu Aura menangis??” tanya Fardi dkk,
“ Iya, saya terharu….semoga almarhum tenang disisi Allah Swt”.
Honda Jazz meluncur pulang………………..Puisi berkarton biru ia bingkai dan pajang di kamarnya. Detik..menit…jam…hari…minggu…tahun..setiap membaca bait-bait puisi tsb maka jiwa Aura terasa makin kuat. Persahabatan abadi…………………………………………………………

TETTY


(Fiksi  - Cerita Pendek)
1. Nina (gadis kecil di kampung Tamblasari)
Setiap kali kukayuh sepeda miniku di depan rumahnya, aku selalu saja mengurangi kecepatan dan mengayuh pelan-pelan. Kadang aku sengaja berhenti sejenak untukmengamati rumah kayu bercat hijau itu. Entah mengapa sejak ibuku bercerita tentang sosok “mbak tety” aku jadi pingin tahu banyak tentang mbak tety dan penghuni rumah itu.
“nak, mau beli es ya ? ” sapa  bu Leha , orang tua mbak Tety
“endak bu, saya cuma ngadem aja kog” jawabku
Kalimat itu yang sering digunakan oleh bu Leha untuk menyapaku , kalau aku berlama-lema di depan rumahnya. Dan itu terlontar dari mulut bu leha yang suka “nyusur tembakau” karena bu leha memang jualan berbagai macam es mulai es batu, es mambo aneka rasa.
Di kampung Tamblasari tempatku tinggal, mbak Tety memang seperti selebritis. Pakaiannya wah dengan dandanan keren, konon pula mbak tety sering berkacamata rayban merek terkenal.mbak tety punya rumah mewah di kawasan mahal. Namun tetap saja setiap minggu  ia pulang ke rumah ibunya walau hanya sebentar. Ini belum lagi kisah  sopir yang antar jemput mbak  Tety selalu saja naik mobil-mobil merek terkenal, dan yang gak mungkin orang bisa lupa terhadap sosok mbak tety adalah parfumnya yang khas berbau vanila dan perilakunya yang murah hati terhadap penduduk kampung.
” Idul Adha kali ini kampung kita dapat 1 ekor sapi dari nak tety” begitulah pak lurah bahagia dan bangga dengan sumbangan sapi buat warga kampung Tamblasari yang 95 persen fakir miskin.
“Nina……nina…..nina, ayo pulang sudah mau bedug maghrib” , hafal banget aku dengan suara ibuku yang selalu stabil dengan volume nyaringnya jika maghrib tiba. Dan seperti hari-hari biasa, aku pulang dan menyimpan sepeda mini butut kesayanganku, mandi, wudhu, shalat maghrib, tadarus dan belajar. Malamnya aku tidur dan seringkali aku mimpi jadi perempuan cantik dan kaya seperti mbak Tety.
2. Tety (gadis cantik dari kampung Tamblasari)
Namaku Tety, aku lahir dari rahim Joleha, perempuan kampung asli Tamblasari. Kini aku 21 tahun, sejak tamat SMA aku tak lagi tinggal di rumah ibuku. Aku bertemu dengan Bapak dan Ibu Supra di sebuah minimarket, ketika aku bersama temanku membeli alat tulis. Mereka menyapaku dengan ramah dan memberiku kartu nama, aku diminta datang ke rumah atau kantornya jika aku membutuhkan bantuan. Pulangnya aku cerita sama emak tentang peristiwa itu,
“duh gusti, kamu untung nduk cah ayu….ya wis lah kerja saja” begitulah reaksi emak terhadap ceritaku. Aku ingat kejadian itu adalah seminggu menjelang ujian, dan dengan hati berbunga sambil membawa ijazah aku beranikan diri ke rumah Bapak dan iBu Supra, saat itu aku genap 17 tahun. Sebelum bekerja aku harus menjalani cek medis lengkap atas biaya keluarga itu dan aku dinyatakan lulus.
Aku bekerja pada keluarga itu, tugasku menjadi asisten pribadi Bapak dan Ibu Supra. Aku dibelikan sebuah rumah mewah di Riverside City lengkap dengan perabotannya. Aku diikutkan kursus privat untuk table manner, bahasa Inggris, wiraga (olah tubuh), komunikasi dan banyak lagi. jelasnya aku lahir menjadi sosok  Anggaeni Nurtetty  yang baru. Di rumahku juga dibantu 1 asisten, 1 sopir  dan  1 ekor kucing Angora yang cantik yang kuberi nama “Lohan”. Ada satu syarat yang harus kupenuhi yaitu tidak boleh ada seorangpun keluargaku yang datang  ke rumahku.
Setiap hari aku harus minum ramuan tertentu dan makan makanan bergizi, aku juga diharuskan check up rutin sebulan sekali. Pekerjaanku sehari-hari layaknya seorang asisten pribadi yaitu menyiapkan keperluan majikanku seperti notebook, obat-obatan, bekal makanan, reservasi ticket pesawat, reservasi hotel dan sebagainya. Jangan ditanya berapa gajiku ? karena gajiku cukup tinggi layaknya gaji seorang manajer.
” Pa, bulan depan Tetty 21 tahun dan itu berarti ia sudah memenuhi kriteria untuk melakukan donasi pertamanya”  Ibu Supra berkata pada suaminya
“Iya ma, benar  27 Mei  2012 adalah ulang tahunnya yang ke 21, aku akan segera mengontak dokter John tentang hal ini” jawab pak Supra
Saat itu aku berada di balik pintu, dan dialog itu membuatku shock serasa disambar petir di siang bolong. Istilah donasi membuat tulang belulangku luluh lantak seperti dilumat mesin giling saja. Berdiri gemetar kemudian jatuh lunglai di tanah serta kuraba mata dan pipiku yang basah oleh tumpahan air mata. Aku “Anggraini Nurtetty” siap dikorbankan……….. Tiba-tiba aku teringat sapi-sapi yang selama 3 tahun selalu kuantar ke pak Lurah waktu Idul  Adha.
“Duh Gusti….apa iya aku mau didonasikan benar seperti perjanjian yang kutandatangani 4 tahun lalu, lindungi aku Ya Allah Rabbul Izzati” lantun doa yang tak pernah putus kudendangkan pada sang maha segala maha.
3. Donasi 1 (27  Mei i 2012)
Happy birthday to you…… tulisan bunga mawar terhampar di halaman rumah.
“Sri….siapa Sri yang ngasi bunga mawar itu” tanyaku pada Sri asisten rumah tangga di rumah”ku”
“anu mbak tetty, itu lho  dari mas Riko pegawai bapak yang baru, katanya salam manis buat mbak Tetty” jawab Sri
Riko….yah laki-laki itu selalu saja mencuri pandang setiap aku lewat, namun sesuai dengan perjanjian dengan keluarga Supra, aku dilarang menjalin hubungan emosional dengan siapapun pria  selama bekerja disitu. Dan bagiku Riko hanyalah semilir angin sejuk di tubuhku yang panas oleh vonis donasi.
“Tetty….maaf kami berdua harus menyampaikan tentang klalusul perjanjian yang telah kau tandatangani” ungkap Bapak dan Ibu Supra
“Iya pak , bu…saya paham” jawabku
Malam itu….malam ulang tahun ke 21 yang mestinya dirayakan dengan sukacita, aku lewatkan di meja operasi dengan mendonorkan  satu ginjalku pada entah siapa.
Tetty cantik….kini pucat pasi……..dibantu obat, vitamin dan sebaginya….Tetty tetap “sehat” untuk selanjutnya mendonasikan organnya satu per satu hingga harus “mati” di usia genap 25
4. Nina (gadis cilik kampung Tamblasari)
“duh kenapa ya mbak tetty jadi berwajah sedih begitu” tanyanya dalam hati
aku gak habis pikir, minggu kemarin ketika pulang mbak tetty wajahnya sedikit pucat dan sedih………..mbak , tetap cantik dan semangat dong. ” Ya Allah, meski aku nggak pernah ngomong dan nggak kenal langsung sama mbak Tetty…tapi boleh kan aku berdoa , berikan kesehatan, panjang umur, cantik, sehat dan rejeki buat mbak Tetty yang cantik yang telah banyak berbuat baik untuk seisi kampung ini” amiin ya rabbal alamin
(Diilhami  film  ” Never let me go”)

MBAKYU SOFIA

Mendapat sms dari mbakyuku yang ayu : Sofia Retnowati merupakan kejutan di siang itu. Minggu, 30 Oktober 2011 dalam cuaca yang kadang hujan dan kadang panas, di tepi pantai Iboih Pulau Weh mendatangkan suasana yang makin hangat dan betah bersama duapuluhan  lebih volunteer PMI. SMS tersebut berbunyi : “diajeng, mbakyumu on the way ke Sabang. ……… mau cari penginapan, ada rekomendasi ?” . Tentu saja aku terkejut lha saat itu aku juga lagi di Sabang, segera kutelpon beliau dan menyampaikan bahwa aku juga i pulau tersebut dan jika beliau berkenan menginap bersamaku di penginapan sederhana di tepi pantai Iboih.
Hari kedua menemani belajar teman-teman volunteer PMI dengan agenda Personal development Training, merupakan pengalaman yang luar biasa. Mirip seperti ibu-ibu bidan yang sering kutemani belajar ketika pasca tsunami dulu, para volunteer khususnya yang perempuan ada beberapa yang hadir ke Sabang dengan mengikut sertakan putra putrinya. Bagi fasiliatator perempuan sepertiku , tentu hal ini justru membanggakan karena merupakan bukti bahwa perempuan ternyata punya kemauan belajar dan berubah yang kuat walaupun sambil menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu. Apalagi mitra fasilitatorku (Nursan Junita) juga membawa putrinya yang pintar (Putroe).
Kususuri pasir putih Iboih sambil menatap tegarnya  pulau Rubiah di seberang sana, mataku memandang hijaunya nyiur dan pepohonan lainnya serta menikmati debur ombak yang kadang mampir di sepatu karetku. “Datang gak ya mbak Sofi ???” begitu tanda tanyaku dalam hati. Pulang ke penginapanku yang berukuran  3 x 4  sambil merebahkan tubuh sejenak , aku menerima telpon dari mbak sofi bahwa beliau on the way ke Iboih.
Subhanallah, setelah hampir 2 tahun tak berjumpa mbakyu Sofia (atau biasa kupanggil mbak Sofi) masih saja ayu dan fresh (meski batinku mengatakan beliau kelelahan dengan segudang agenda).
“Mbak, kita makan malam dulu ya mbak  dengan adik-adik volunteer PMI”
……………………………………………………………………………………..
“nung, sekarang ini keinginanku untuk menikmati ciptaan Illahi apalagi tempat-tempat yang indah seperti ini luar biasa” , “apalagi sejak lama memang keinginanku ke Pulau Weh belum terlaksana, meskipun aku sering  ke Aceh” . “Alhamdulillah Allah swt mengabulkan keinginanku hari ini hingga aku diberi kesempatan untuk melihat ciptaannya yang luar biasa” . Demikian mbak Sofi yang memang sangat ekspresif dalam meluapkan kekagumannya terhadap alam yang indah. Malam itu aku bersama mbak Sofi menyusuri Pantai Gapang, sambil bercerita tentang kehidupan. Keluarga, karir atau cerita tentang  situasi dan kondisi pantai di Pulau Weh (aku juga cerita tentang Kilometer Nol, Anoi Itam , Sumur Tiga, pantai Kasih dan banyak lagi dengan harapan mbak Sofi besoknya akan keliling ke pUlau yang cantik ini……….. sayang mbak besok aku gak bisa menemani karena  aku masih harus melanjutkan training dengan adik-adik volunteer PMI). Selalu saja ada pelajaran berharga setiap  perjumpaanku dengan mbak Sofi, pelajaran itu justru bukan  pelajaran psikologi klinis yang menjadi kepakaran beliau (mbak Sofi atau Prof. Dr. Sofia Retnowati adalah Guru besar Fakultas PsikologiUGM) namun pelajaran hidup yang sangat sulit aku cari di literatur manapun.
“mbak nung, kulit wajahmu resik , apa masih pakai produk X yang dulu itu” tanya mbak Sofi padaku
“iya mbak, sekarang karena usiaku bertambah, aku juga pakai krim malam dan  krim mata  mbak ” kataku
“mbak pakai juga ya” tanyaku
“gak mbak nung, aku pakai ini lho olive oil asli” kata mbak sofie
“wah , tapi kan kulit mbak memang sudah bersih dan ayu , itu yang kulihat sejak aku kuliah dulu ” (mbak Sofi adalah dosenku di UGM dulu, aku jadi akrab justru karena tsunami, beliau  di awal tsunami hampir sebulan menjadi  volunteer dan tinggal seadanya di rumahku)
“mbak sofi kalau mau beli kan bisa aja, kan gaji mbak sebagai guru besar  cukup banyak”   kataku
“aduh mbak nung, aku sebenarnya gak mau bicara tentang ini, aku takut ujub , takabur
“mbak katakan saja, aku justru mau belajar dari mbak ?” kataku sungguh - sungguh
“mbak nung, aku sebenarnya dulu gak  mau jadi guru besar /profesor . Kemudian Mas Noer (suami beliau, Prof. Dr. Noer Rochman ) ngomong bahwa kalau aku jadi profesor  kan gajinya bisa  mewujudkan keinginanku untuk membangun mesjid” jawab beliau
Tak terasa pipiku basah, bulir bulir air mata menetes spontan dan aku memeluknya sambil berkata “mbak, subhanallah aku belajar ilmu hidup yang luar biasa darimu hari ini”  kataku
Akhirnya diskusi kami bertambah topik  tentang kebahagiaan  hidup, nikmatnya berbagi  hingga  tentang rumah akhirat yang memang harus dipersiapkan sejak kini. Dari dialog dengannya aku banyak  belajar bagaimana seseorang dapat merespon sebuah cobaan atau penderitaan secara positif  (kalau dulu teori manajemen stres mengatakan bahwa setiap stres dapat direspon dengan fight atau  flight , maka kini justru dapat direspon dengan tending dan befriending (memelihara & bersahabat). Mbakyu, inner beauty mu makin bersinar di tiap langkahmu yang insyaallah diwarnai kebajikan seperti :
1. Apresiasi terhadap keindahan : ekspresi pontan dan mendalam tentang keindahan alam membuat  emosi positif seseorang akan bangkit dan terjaga sehingga makin terjaga kesehatan jiwanya
2. Pandai bersyukur : eskpresi rasa syukur terhadap setiap kenikmatan yang dibrikan Allah swt pada seorang hamba dapat mengalirkan energi positif untuk berbuat lebih baik
3. Bersahaja : kebersahajaan, menganggap  diri biasa saja serta sederhana merupakan jendela untuk bersikap rendah hati dan menyintai sesama dengan tulus
4. Ketegaran & Kepahlawanan : ternyata pahlawan tak hanya pahlawan fisik (physical valor) , namun juga pahlawan moral (moral  valor). Ketegaran untuk membela kebenaran, ketegaran untuk menahan diri guna mewujudkan pengabdian (menahan diri untuk membeli ini dan itu guna mewujudkan keinginan membangun mesjid).Merupakan sebuah nilai dan perilaku yang patut kita teladani.
Mbakyu Sofia, semoga Allah swt memberikan berkah dan panjang usiamu hingga tetap tegar dan sehat dalam mengabdikan ilmu dan amalmu untuk perempuan, untuk kalangan psikologi, untuk masyarakat banyak dan tentu saja untuk seisi bumi yang akan selalu tersenyum  “memandang”  dan  “menyapa” mu.  (Terima kasih mbak, meski sesaat, sesudah sarapan pagi di Senin 31 Oktober, mbak bersedia menyemangati para volunteer PMI di ruang training).

PEREMPUAN ITU BERNAMA NENY

Sejak hari pertama di ruang training, aku dapat menangkap kegigihan perempuan itu dari beberapa hal : 1.Cara jalannya yang gagah, mulai dari caranya melangkahkan kaki,sampai gayanya yang bak koboi
2. Caranya berbicara yang tegas, to the point bahkan sangat efisien menurut ukuran seorang perempuan
3. Pandangan matanya yang tajam dan bersinar, seperti hendak menyoroti setiap yang dipandangnya dengan keingin tahuan
4. caranya berpakian yang praktis, rapi dengan pemilihan bahan katun yang adem, celana panjang, jilbab katun plus warna-warna soft namun tegas
Kesan pertama tentang Neny tersebut semakin kental, ketika hari terakhir training ia bersama beberapa rekannya melakukan sharing : ” dulu saya seorang pembantu rumah tangga, saya kemudian punya keinginan kuat untuk mengubah nasib dan jalan hidup saya dengan bergabung bersama jaringan produk X”. dari kampung ke kampung mula-mula saya berjualan untuk menjajakan produk X dari seorang member, akhirnya saya bertemu dengan distributor dan bergabung hingga menjadi posisi manager seperti sekarang ini”. sambil menyeka bulir bulir air matanya ia melanjutkan cerita ” ibu dan bapak sekalian, saya ini berasal dari kleurga paling miskin di kampung saya. orang tua saya miskin dan rumah tempat tinggal kami layaknya bak sebuah kandang lembu, namun saya bertekad bahwa saya harus bangkit dan keluar dari lingkaran kemiskinan ini” . Perubahan rona wajah Neny dari sedih menjadi merona merah rasanya hendak mengkomunikasikan semangat juangnya yang menyala-nyala.
Dengan polosnya Neny juga menceritakan pengalamannya yang luar biasa ketika ia berhasil lulus dengan target penjualannya sehingga ia mendapat reward mengikuti training di hotel berbintang di Jakarta seperti saat ini (pengalamannya pertama naik lift, makan enak dll dengan detil ia ceritakan). Neny kini bahkan menjadi pahlawan keluarga, ia mampu membahagiakan orang tua dan menyekolahkan adik-adiknya.
Sebenarnya setiap orang bisa sukses seperti Neny, atau neny-neny yang lain. Hanya terkadang seseorang tidak tahu atau yang lebih banyak justru tidak mau mewujudkan langkah sukses tersebut dalam tindakan. ” I know what to do, but I don’t do what I know”, begitu yang banyak terjadi. Hal ini membuat sebagian kita duduk termenung , berjalan berputar-putar, atau asyik menyuarakan nada-nada sumbang seperti tak ada modal, percuma, gak ada dukungan atau sejuta alasan lainnya untuk memaafkan sikap pesimis, atau kepasifan yang kita pilih. Hal ini pula membuat sebagian kita bangga mengulang-ulang cara yang sama meskipun jelas-jelas gagal . (bagai lalat yang terbang menabrak kaca…..berulang-ulang kaca tersebut ditabrak hingga lalat itu mati). Neny membawa sebuah inspirasi untuk sukses, diam-diam Neny menerapkan langkah suksesnya orang-orang hebat di dunia ini yaitu :
1. Outcome , Neny punya impian dan tujuan yang jelas yaitu Ingin bangkit dari kemiskinannya dengan memasang target (aku harus punya penghasilan minimal…..jt rupiah pada bulan…tahun… melalui berjualan produk X sebanyak….. pada tahun…) . Wauw luar biasa Neny :)
2.Action , Neny melanjutkan impian dan tujuan yang jelas sangat gamblang itu melalui langkah nyata yaitu berjualan produk X (ia bahkan punya pengalaman masuk kampung keluar kampung untuk menjajakan produk tersebut dengan berjalan kaki). Ia juga mengajak ibu-ibu lainnya yang berpotensi untuk bergabung dalam jaringannya
3. Acuity, Neny selalu peka terhadap setiap perubahan dalam perjalanan bisnisnya. Ia peka terhadap para pelanggannya dan anggota jaringannya. Ia menyimak dengan baik setiap masukan yang diberikan kepadanya serta berusaha keras untuk memperbaikinya.
4. Flexibility, luwes. Neny bersikap dan bertindak luwes dalam berbisnis. Ia selalu mampu memikirkan jalan lain apabila jalan yang pertama ia canangkan gagal, maka ia sudah siap dengan jalan kedua, ketiga dan seterusnya. Bisnis memang mesti kreatif.
Wah, jika para perempuan seperti Neny, tentu tingkat kesejahteraan keluarga di negeri kita akan terdongkrak dengan cepat. Selamat Neny, aku bangga denganmu

“Cut Nyak Dhien” Itu Bernama Sutinem




Merasakan lembut dan kokohnya tangan mbok Sutinem membuat badanku merasa nyaman. Sejak awal tangannya memijit tubuhku aku bisa menebak bahwa mbok Sutinem adalah tukang pijit yang kaya pengalaman. Ia begitu hati-hati menyusuri satu demi satu otot-otot tubuh ‘pasien’nya dengan tak lupa diolesi minyak khusus.

“Mbok, minyak apa sih mbok kog baunya wangi dan anget’  tanyaku
“ini lho jeng, minyak kelapa ijo asli ditambah minyak gandapura  dan minyak pala” jawabnya si mbok
Beberapa tahun setelah aku pindah rumah, aku dikenalkan dengan mbok  Sutinem. Persis seperti asosiasiku terhadap sosok simbok ini begitu pula sikap dan perilaku beliau. Simbok orangnya sederhana, lembut namun tegas (hahaha….gimana ya lembut nmun tegas itu, artinya tutur katanya yang masih ‘jawa’ banget halus dan lemah lembut apalagi kalau praktek bicara kromo inggil kepadaku . Namun beliau terlihat tegas dan mempunyai prinsip). Simbok tak hanya tukang pijit namun juga pintar membuat jamu, lulur, tapel , pilis dan memahami adat istiadat daerah tempat beliau dibesarkan yaitu Aceh. Simbok juga seorang ‘pakar marketing” dan ‘konselor’ yang handal. Wah kog jadi banyak banget peran simbok , memang demikianlah adanya. Meskipun simbok bersuku jawa namun ia sangat menguasai adat Aceh khususnya adat istiadat perawatan ibu melahirkan juga perawatan bayi. Berikut beberapa hal yang lebih rinci tentang simbok :
1. Persoalan kepakarannya dalam membuat jamu dibuktikan dengan beberapa produknya yang jauh lebih cespleng dan maknyus dibanding produk jamu merek terkenal. Sebagai contoh adalah Jamu kunyit asam made in “madame Sutinem”  :D , botolnya jernih, kunyit asam plus gula merah/gula jawa nya  pas, kental dan maknyus. Belum lagi lulurnya wah luar biasa , bisa mengalahkan produk lulur atau scrub merek terkenal sekalipun.
“Jeng, saya membuat lulur ini bukan dengan cara menumbuk tepung beras, tapi berasnya saya  rendam dan tiris di kain paris yang halus jeng” ungkapnya tulus meski bernada promosi. Aku dapat merasakan segala produk simbok ketika aku melahirkan putri bungsuku sehingga aku memutuskan untuk “menggudangkan” kotak jamu pabrikan yang telah kusiapkan sejak lama. Dengan tutur kata keibuan ia menjelaskan kepadaku bagaimana perawatan bagi ibu melahirkan . Adat Aceh untuk perawatan ibu melahirkan selama 44 hari dengan beberapa pantangan makan termasuk yang pedas. Ibu juga di sale (tidur diatas bangku kayu dan dihangatkan dengan uap dari sebuah panci yang diisi air dicampur dengan berbagai ramuan daun kayu. Beberapa kali ibu juga harus duduk diatas batu (toet batee) yang dibungkus kain. Rasa hangat Salee dan toet Batee akan membakar lemak para ibu yang biasanya berat badannya bertambah setelah melahirkan. Simbok juga mengemukakan tentang tradisi
2. Sekarang tentang spirit simbok sebagai seorang marketer. Iseng-iseng aku tanya ke simbok berapa omzetnya per hari.
“Jeng, saya ini orang kecil jadi saya ndak pernah pasang tarif. Berapapun yang diberikan pelanggan kepada saya saya syukuri karena itulah rejeki halal dari Allah swt”
“Saya tidak jualan jeng, tapi saya ini membantu pelanggan. Supaya ibu-ibu pelanggan saya itu segar, sehat dan disayang suami”
“Saya  bahagia jeng kalau ibu dan bayi yang saya tangani itu sehat dan bahagia”
Simbok juga rajin mengunjungi pelanggan dengan menanyakan kondisi kesehatan pelanggannya khususnya di hari-hari  yang ia pastikan pelanggannya punya waktu (misal : jika pelanggannya ibu yang bekerja, maka simbok akan berkunjung pada hari libur). Subhanallah simbok ini benar-benar menguasai “marketing dengan hati” yang memadukan antara solusi dan silaturrahmi dengan tepat dosisnya. Wah…. para profesor punya teori namun simbok adalah salah satu yang konsisten mempraktekkan.
3. Konselor, yang ini adalah peran tambahan simbok yang sangat-sangat spesialis. Simbok adalah seorang good listener” yang luar biasa. Simbok mampu melakukan pharaprasing dengan sangat baik. Aku pada awalnya heran karena setiap ia mendengar curhatanku , ia akan mengulas dulu apa yang kusampaikan baru ia mengemukakan pendapatnya tanpa berusaha menggurui. Tak lupa ia akan awali dengan kalimat “ Nyuwun sewu lho jeng”. Pribadi langka seperti simbok ini tentunya tak membutuhkan berbagai pelatihan konseling seperti yang biasa aku berikan buat para pegawai, bidan, guru maupun masyarakat. Simbok konselor yang dilahirkan dan memiliki anugerah Illahi menjadi pribadi yang berintegritas , mampu menjaga rahasia dan bersikap “professional”. Mbok….mbok….bintang 10 buat dirimu. Aku yang psikolog ini sangat nyaman dan aman curhat kepadamu.
Pada tahun-tahun pertama perkenalanku dengan sosok mbok Sutinem, aku sempat beberapa kali dibuat berdecak-decak kagum terhadap fakta dirinya.
“Jeng, kenalkan ini Cut Mina putri bungsu saya” kata beliau waktu memperkenalkan sosok gadis cantik berkulit bersih, langsing, cantik yang berusia kira-kira 15 tahun. Gadis itu menjemput simbok di rumahku.
Pada kedatangan bulan berikutnya, simbok aku tanya tentang putrinya yang cantik itu serta keluarganya.
“Aduh jeng, saya ini anak buruh kebun jeng” bukanya mengawali cerita. Mbok Sutinem adalah putri bungsu dari 3 bersaudara . Ayah dan ibunya adalah transmigran dari salah satu desa di Jawa Tengah yang merantau ke Aceh sekitar tahun 30-an. Simbok lahir di awal tahun 50-an. Simbok tetap diberi nama jawa asli dan diajarkan adat dan budaya jawa, maka tak heran kalau bahasa jawanya halus (bahkan kromo inggil – bahasa jawa paling halus). Namun karena hidup dan besar di Aceh, simbok juga menguasai bahasa Aceh, pandai memasak kuliner Aceh dan memahami adat dan budaya Aceh khususnya adat yang terkait dengan perawatan ibu setekah melahirkan termasuk perawatan si bayi. Raut wajah simbok yang makin tua masih menyisakan gurat kecantikan khas jawa yang dimilikinya. Dahi lebar, kulit sawo matang, hidung agak pesek namun semua itu malah membuat wajah simbok mempesona.
“Ya itulah jeng, saya akhirnya bertemu dengan ayahnya Pocut di sebuah perhelatan perkawinan di Gampong” lanjut simbok
Akhirnya simbok bersedia dipersunting Teuku Banta, putra bangsawan Gampong sebelah yang jatuh cinta pada gadis Sutinem. Pak Marmin, ayahanda Sutinem tidak banyak minta mahar. Sutinem dinikahi Teuku Banta dengan mahar 5 mayam emas (1 mayam = 3, 33 gram) dan seperangkat alat shalat. Pada awalnya keluarga Teuku Banta kurang setuju dengan pernikahan antar suku ini. Namun karena “Pon Ban” (begitu mbok Sutinem memanggil almarhum suaminya dengan panggilan yang sangat mulia dan menghormat . Pon ban singkatan dari Ampon Banta, Ampon = panggilan untuk para Teuku/keturunan bangsawan) gigih memperjuangkan akhirnya keluarganya luluh. Sutinem, putrid seorang buruh kebun masuk dalam keluarga bangsawan Aceh. “Pon Ban” sangat menyintai Sutinem, dan ia sangat memahami perasaan Sutinem. “Pon Ban” akhirnya memilih membawa Sutinem merantau ke Banda Aceh (Mereka semula tinggal di salah satu kecamatan di kawasan Aceh Utara). Pasangan “Pon Ban” dan Sutinem hidup bahagia dikaruniai 5 orang anak (2 putra dan 3 putri), oleh karena ayahandanya adalah seorang Teuku maka putra dan putri Sutinem juga bergelar Teuku dan Cut. Paduan kelembutan putri jawa dan ketegasan bangsawan Aceh tercermin dalam pribadi putra putri pasangan “Pon Ban” dan Sutinem. Yang sempat kukenal adalah 1 putra (yang dipanggil Pon Bit kaena anak lelaki terkecil ) dan 2 putri nya yaitu Cut Mina dan Cut Linda yang sering antar jemput mbok Sutinem.
Sewaktu “Pon Ban” masih ada, Sutinem tidak diperkenankan untuk memijat ke rumah-rumah. Namun “Pon Ban” tak bisa melarang jika ada pasien ibu-ibu yang datang ke rumahnya. Saat itu Sutinem lebih memfokuskan diri dalam produksi jamu dan perlengkapannya saja. Allah swt berkehendak lain, Pada saat Cut Mina berusia 4 tahun, ayahandanya wafat.
“Alhamdulillah jeng, walaupun “Pon Ban” dipanggil begitu cepat namun beliau sudah memberikan sebuah rumah dan pekarangannya yang luas buat saya dan anak-anak” lanjut mbok Sutinem.
Simbok akhirnya membesarkan kelima anaknya dengan penuh perjuangan melalui ketrampilan memijat dan pengetahuan tentang obat tradisional Jawa dan Aceh yang dimilikinya. Simbok benar-benar mengingatkanku akan sosok perjuangan perempuan Aceh yang luar biasa. Jika Cut Nyak Dhien berjuang dengan senjata dan strategi di medan perang maka mbok Sutinem berjuang membesarkan putra-putrinya dan memberikan andil yang cukup besar bagi kesehatan raga dan jiwa pasiennya (termasuk bayi) melalui jari-jari tangannya yang luwes dan kokoh dalam memijat juga melalui ilmu jejamuan yang diproduksinya.
Semoga Allah swt memberikanmu berkah dan panjang usia ya mbok, simbok benar-benar “pahlawan” .
(Catatan ini kutulis tentang salah satu sosok perempuan yang berjasa dalam hidupku, nama-nama tokoh telah kusamarkan)

Rabu, 22 Februari 2012

KEBAIKAN = BAIK HATI

( oleh  Nur Janah Nitura , 22 Februari 2012)
(catatan harian)
Terharu aku membaca pesan seorang sahabat  yang dengan panjangnya mengutip kata-kata seorang tokoh  sebagai berikut "Bila engkau baik hati, bisa saja orang menuduhmu punya pamrih.Tapi bagaimanapun berbaik hatilah"
"Bila engkau jujur dan terbuka, mungkin saja orang lain akan menipumu, tapi bagaimanapun jujur dan terbukalah"
"Bila engkau mendapat ketenangan dan kebahagiaan, mungkin orang lain jadi iri, tapi bagaimanapun berbahagialah"
"Bila engkau sukses, engkau akan mendapat beberapa teman palsu dan beberapa sahabat sejati, tapi bagaimanapun jadilah sukses"
"Apabila engkau bangun selama bertahun-tahun mungkin saja dihancurkan orang lain dalam semalam, tapi bagaimanapun bangunlah"
"Kebaikan yang engkau lakukan hari ini mungkin saja besok sudah dilupakan orang, tapi bagaimanapun berbuat baik  lah"
"Bagaimanapun berikan yang terbaik dari dirimu. Pada akhirnya , engkau akan tahu bahwa ini adalah urusan antara engkau dengan Tuhan-mu. Ini bukan urusan antara engkau dengan mereka " .
Kebaikan-baik hati-sebagai salah satu karakter positif di jaman ini menjadi baranglangka yang amat mahal harganya. Tanpa terasa beberapa dasa warsa terakhir manusia disibukkan dengan gerakan otak kiri yang sangat bertumpu pada kecerdasan intelektual  dan materi (benda-benda). Hal ini membuat manusia terjebak dengan kriteria yang dibuatnya sendiri seperti ranking di sekolah (ukur sukses berdasarkan angka saja), derajat/status yang dilihat dari benda-benda yang dimiliki , pangkat/jabatan yang disandang dan sejenisnya. Sehingga seolah tanpa asesoris angka, materi, jabatan , kemewahan manusia menjadi kehilangan kemanusiaannya. Dari sisi kesehatan mental hal ini tak dpat dipandang sebelah mata, karena dampak kriteria kebendaan ini menimbulkan beberapa gangguan psikologis seperti post power syndrome (akibat hilang kekuasaan) , depresi pada siswa (karena nilai di sekolah), rasa rendah diri / inferiority complex  pada ibu-ibu (karena tak memiliki benda-benda seperti yang dipakai atau dimiliki teman2nya) yang membuat manusia menderita. Tanpa disadari sejak dini anak manusia sudah dijejali dengan kriteria angka-angka dan stimulasi kebendaan yang menggiring anak manusia tumbuh berkembang menjadi sosok yang materi minded, kering dan menderita.Keangkuhan kriteria material terpaksa harus dibayar mahal oleh penderitaan manusia sendiri seperti konflik batin (internal), konflik dalam keluarga (berebut harta misalnya), konflik pada lingkungan sosial (persaingan penampilan, materi / kekayaan dll), konflik dalam organisasi (persaingan dalam pangkat, jabatan dll) , konflik level regional, nasional bahkan internasional (kriminalitas, peperangan  dll). Manusia bukan menjadi bahagia, namun justru manusia menjadi menderita. Menghambanya manusia pada materi membuat manusia menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, lihat saja bagaimana fenomena yang ada saat ini dimana tanpa malu-malu lagi seseorang yang semestinya "terhormat" rela menanggalkan kemuliaan dirinya untuk terjun dalam lumpur korupsi (menjadi koruptor), meningkatnya kriminalitas,, maraknya kekerasan baik verbal maupun fisik    dan sebagainya.  Cerdas secara inteletual   dan cantik/tampan  saja ternyata tak cukup kuat untuk menjadi modal  kesuksesan dan kebahagiaan hidup.  Cerdas (para orang tua rela bekerja dan membelajakan uangnya agar  anak cerdas )  , demikian pula dengan cantik/tampan (seseorang rela membelanjakan uangnya untuk tampil cantik / tampan).      Manusia terjebak menjadi sosok yang 1) egosentris-- dunia yang luas ini seolah hanya berputar di sekitar dirinya, 2) mahatahu (omniscience)— berpikir bahwa mereka tahu segalanya, 3) mahakuasa (omnipotence) – berpikir bahwa mereka bisa bertindak apapun sesuai keinginannya, 4) invulnerability–berpikir bahwa mereka bisa mendapatkan apapun dengan segala cara (Sternberg, 2004).  Tentu saja sosok seperti ini akan mengganggu keharmonisan , sehingga kita membutuhkan sebungkus "tablet" untuk mengatasinya. "Tablet"  yang ditawarkan sebagai penawar racun materialisme adalah kebaikan, kearifan, akhlaqul karimah, karakter atau istilah lainnya yang sebenarnya terbersit makna bagaimana kita dapat membangun kembali kemanusiaan yang nyaris hilang. Dimana tempat kita menyemai kearifan tersebut? Bagaimana jika kita mulai dari diri kita sendiri ???!!!
- Diri pribadi : kita buat proyek tabungan dan  deposito kebaikan, yang insyaAllah kita tambah terus saldonya per hari. sebelum tidur ingatlah kembali berapa kebaikan yang telah kita semai hari ini ?
- Organisasi/perusahaan/instansi/lokasi kerja: Jika kita pimpinan tanyakan pada diri kita berapakah kebaikan yang telah kita semai di organisasi kerja kita hari ini ? (tersenyum pada satpam, membina anggota, memimpin rapat dengan baik dll) demikian pula jika kita anggota jawablah pertanyaan yang sama ! :)
- Lingkungan  : kebaikan apa sajakah yang telah kita semai untuk lingkungan sosial kita (keluarga, tetangga, masyarakat  , bangsa dan negara dan  bumi yang kita cintai
Kebaikan merupakan salah satu modal sosial yang berperan strategis bagi maju dan mundurnya bangsa ini, semakin sedikit kebaikan individual yang disemai makin sedikit pula kebaikan sosial yang akan dipanen hingga akhirnya bangsa ini akan mengalami krisis kebaikan yang akut. Namun jika kebaikan individual sejak dini terus disemai  maka akan makin banyak kebaikan sosial yang akan dipanen hingga karakter bangsa ini akan makin kokoh menjadi bangsa yang berkarater positif (semoga mimpi suatu saat jadi kenyataan, namun bagaimana mewujudkannya jika mimpi bangsa ini dibongkar pasang tiap ganti pemimpin ?? ) .Okelah jika demikian kembali ke laptop ---> pertanyaannya adalah berapa butir kebaikan yang kita semai hari ini ?  hanya kita dan Sang Khaliq yang tahu , wallahu'alam
( by nur janah nitura ; taman cibunut , 22 februari 2012)

Note : cerdas dalam tulisan diatas hanya sebatas pengertian harfiah yang sering dihubungkan dengan kecerdasan intelektal saja. Padahal dalam psikologi konsep kecerdasan sangatlah luas (misal konsep kecerdasan majemuk / multiple intelligence dari Howard Gardner)


Selasa, 10 Januari 2012

EFEK PYGMALION




Membaca  sepucuk surat  dari  Ibu  Ana , terus terang saya tersentak. Dalam suratnya Ibu Ana  mengeluhkan putra semata wayangnya yang masuk kelas B karena menurut para guru yang melakukan seleksi siswa, kapasitas putra ibu  Ana biasa-biasa saja dan  bahkan tergolong  dibawah rata-rata. Untuk masuk kelas A jelas tidak mungkin kata tim seleksi karena kelas A ditujukan untuk anak-anak yang unggul dan superior. Ibu Ana agak bingung juga melihat papan pengumuman , karena seingatnya waktu di play group dulu  putranya termasuk Top Five  dan boleh dibilang bintang diantara teman-temannya. Meskipun rasa percaya dirinya semakin menurun ketika ia duduk di bangku Taman Kanak-Kanak . Peristiwa yang membuat kemampuan  Boy (Putra Ibu Ana) menurun adalah ketika ia dibentak oleh salah seorang guru praktek di TK tersebut. Setelah itu Boy 3 hari tak masuk sekolah  dan  selanjutnya ia semakin kurang percaya diri.
Boy sering  curhat pada sang ibu...............”Bunda, Boy ini anak bodoh ya bunda?”  Kata ibu guru anak kelas A yang cerdas dan pandai bunda, sedang kami anak B ini adalah anak yang bodoh. Ibu Ana tersentak mendengar hal ini ? Benarkah pandai atau bodoh itu takdir ? Atau kita yang mengkotak-kotakkan anak-anak sehingga mereka terperangkap dalam ”takdir buatan manusia” dalam hal ini berupa kelas pandai dan kelas bodoh  ?
Menyimak  pengalaman Ibu Ana, saya jadi teringat sebuah fenomena yang dinamakan  Efek Pygmalion.  Fenomena ini pertama kali diperkenalkan oleh Robert Merton tahun 1957.  Fenomena yang hendak mengkomunikasikan bahwa  ” Harapan terhadap orang lain dapat menjadi sebuah kenyataan”. Pada penelitiannya, Merton melibatkan seorang guru yang diminta untuk mengajar kelas baru yang terdiri dari anak-anak berbakat (gifted children). Sang guru tidak tahu bahwa sebenarnya anak-anak tsb merupakan anak-anak yang memiliki inteligensi rendah dan memiliki masalah cukup serius dalam perilakunya sehari-hari.
Pada saat pertama kali guru masuk kelas, anak-anak tersebut mulai berperilaku tidak baik, tidak konsentrasi , tidak mau belajar bahkan tak mau memberikan respon yang berarti.  Namun karena guru merasa yakin bahwa anak-anak ini adalah anak-anak berbakat yang berinteligensi tinggi maka ia terus mengembangkan gambaran bahwa  anak-anak ini kreatif  dan pandai hanya dia saja yang mungkin belum pas metode mengajarnya sehingga dia merasa agak kewalahan. Sang guru merasa amat peduli dan bertanggung jawab terhadap metode belajar dan metode pendekatan yang ia berikan kepada para siswa/anak tersebut. Akhirnya ia merasa tertantang dengan situasi ini.
Sang guru melakukan modifikasi metode belajar mengajar dan pendekatan dengan penuh variasi. Disisip dengan berbagai permainan dan kasus yang menantang agar anak-anak ”cerdas” ini mau kooperatif terhadapnya. Dinamika yang terjadi sungguh luar biasa................semakin diperlakukan sebagai anak cerdas, maka anak-anak ini responnya semakin kuat dan prestasi serta perilakunya semakin positif. Pada akhir tahun ajaran ternyata nilai mereka rata-rata meningkat sangat signifikan  dan luar biasa ternyata anak-anak ini benar-benar telah menjadi anak berbakat. Sang guru akhirnya dikatakan telah  Menciptakan anak-anak berbakat !
Bagaimana Ibu Ana ?  Andai baik anak kelas A, B atau apapun namanya sama-sama diperlakukan sebagai anak yang special, cerdas, berbakat  tentu mereka akan tumbuh dan berkembang menjadi bintang, menjadi anak yang benar-benar berbakat nantinya. Bukankah banyak orang sukses yang dulunya ternyata anak yang  dianggap biasa-biasa saja di kelas maupun di lingkungannya. Coba ibu komunikasikan hal ini dengan Bapak dan Ibu Guru di sekolah Boy. Dan tentu saja harapan kita para Bapak dan Ibu Guru membaca tulisan kecil ini.   Salam buat Ibu sekeluarga
(Kasus Boy , putra Ibu Ana – Nama  asli dan lokasi/tempat tinggal dirahasiakan)
Tulisan ini pernah dimuat di Harian Aceh , Maret 2008)